Ditjen Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) terus meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muat barang berbahaya di kapal.
Hal tersebut tertuang dalam Telegram Ditjen Perhubungan Laut No.20/II/DN-18 tanggal 27 Februari 2018 perihal Peningkatan Pengawasan Terhadap Kegiatan Bongkar Muat Barang Berbahaya di Kapal.
Direktur KPLP, Capt. Jhonny R Silalahi mengatakan bahwa Syahbandar harus meningkatkan pengawasan dalam kegiatan bongkar muat barang berbahaya sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerugian material dan hilangnya jiwa seseorang.
“Untuk mencegah terulangnya peristiwa tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut menginstruksikan Syahbandar untuk membuat standar operasional prosedur bongkar muat barang berbahaya sesuai dalam buku Internasional Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code),” katanya, dalam siaran pers yang diterima ocean week, Kamis pagi.
Capt. Jhonny juga menyatakan, Syahbandar harus meningkatkan pengawasan pelaksanaan bongkar muat barang berbahaya dan memberikan sosialisasi terhadap perusahaan bongkar muat Barang Berbahaya secara berkala.
Dia meminta jajarannya untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap penanganan barang berbahaya sebagaiman tercantum dalam IMDG Code.
“Petugas KPLP perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan baik sebagai pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), petugas kesyahbandaran, petugas pengawas keselamatan pelayaran dan petugas patroli yang andal dan profesional, khususnya dalam melakukan penanganan dan pengangkutan barang berbahaya di pelabuhan ataupun di atas kapal,” ujarnya.
Penanganan barang berbahaya di pelabuhan, ungkap Jhony, masih sangat lemah dikarenakan kurangnya pengetahuan dari Syahbandar dan pihak terkait lainnya/stakeholder dalam menerapkan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam IMDG Code.
“Pengetahuan tentang IMDG Code perlu dimiliki oleh Petugas KPLP termasuk para Syahbandar khususnya dalam hal yang berkaitan dengan persyaratan Pengemasan (Packaging), Penandaan (marking), Pelabelan (Labelling), dan juga Penempatan (stowage), bila terjadi permasalahan pada Pengemasan (Packaging), Penandaan (marking), Pelabelan (Labelling), dan juga Penempatan (stowage),” kata Jhonny.
Sebagai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur tentang angkutan perairan, kepelabuhanan, keselamatan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, sistem transportasi laut perlu dikembangkan lebih efektif, efisien, selamat dan aman sebagai alat pemersatu wilayah NKRI dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperkokoh kedaulatan bangsa. (hub/**)