Revisi undang-undang (UU) no.17/2008 tentang Pelayaran sudah resmi disyahkan DPR RI pada 30 September 2024 lalu.
Ada perubahan yang cukup menggembirakan buat Kemenhub, khusus pada pasal 276 yang menyatakan bahwa tugas pengawasan dan penegakan peraturan di bidang pelayaran adalah kewenangan Menteri Perhubungan.
Pengawasan ini meliputi segala hal yang terkait dengan keselamatan pelayaran, pencegahan pencemaran, dan penegakan peraturan di laut.
Menteri Perhubungan melaksanakan tugas tersebut melalui KPLP, yang bertindak sebagai unit utama yang memiliki wewenang untuk memeriksa dan menindak kapal di perairan Indonesia.
“Untuk menjamin terselenggaranya pelayaran, Menteri melaksanakan tugas pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran. Ini berarti hanya Menteri Perhubungan yang memiliki kewenangan penuh atas pengawasan pelayaran melalui KPLP,” ujar Laksamana Muda TNI (Purn) Solemen B. Ponto S.T, MH, kepada Ocean Week, di Jakarta, Jumat.
Menurut Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) tahun 2011-2013 ini, dengan adanya revisi UU No. 17/2008, maka KPLP memiliki kewenangan tunggal dalam memeriksa dan menegakkan hukum terkait pelayaran di laut.
“Otoritas lain, seperti TNI AL, Polair, dan PSDKP, hanya dapat bertindak dalam lingkup kewenangan masing-masing setelah berkoordinasi dengan KPLP. Bakamla yah minggir sekarang,” kata Soleman Ponto.
Jadi, jelas Soleman, kapal yang telah mendapatkan SPB tidak boleh diganggu kecuali ada pelanggaran serius. “KPLP bertanggung jawab penuh dalam menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran di Indonesia, baik terhadap ancaman dari dalam kapal maupun dari luar kapal,” ungkapnya.
Kata Soleman Ponto, dengan adanya revisi terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) yang berada di bawah Kementerian Perhubungan, kini memiliki kewenangan tunggal dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan, serta penegakan hukum terhadap kapal yang berlayar di perairan Indonesia.
Hal ini sangat menguntungkan para pengusaha kapal di laut, sehingga kapalnya tidak lagi diperiksa secara bergilir oleh para petugas keamanan di laut.
Soleman menyampaikan bahwa revisi ini memberikan kepastian hukum terkait penegakan hukum di laut dan menyederhanakan wewenang yang sebelumnya dapat tumpang tindih antara berbagai instansi.
Pengamat kemaritiman nasional ini juga mengungkapkan dalam pasal 277 UU Pelayaran ini, jelasnya, memperjelas peran KPLP sebagai pelaksana tugas pengawasan atas keselamatan dan keamanan pelayaran, yang mencakup, Pengawasan pelaksanaan ketentuan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran. Lalu, Pengawasan angkutan di perairan. Pengawasan pencegahan pencemaran dan kegiatan salvage serta pekerjaan bawah air.
“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, Menteri menyelenggarakan fungsi pengawasan atas pelaksanaan ketentuan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, angkutan di perairan, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan pelayaran,” ujarnya.
Dalam revisi UU Pelayaran, juga menyebutkan bahwa KPLP, dengan kewenangannya, berhak menghentikan kapal yang dicurigai melanggar aturan keselamatan atau mencemari laut, serta bekerja sama dengan instansi penegak hukum lain dalam kasus pelanggaran hukum yang tidak langsung terkait dengan pelayaran, seperti penyelundupan atau kejahatan maritim lainnya.
“Dalam revisi pasal 278, Pelaksanaan tugas penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran dalam rangka penyidikan dilaksanakan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil. Dengan ketentuan ini, KPLP menjadi otoritas yang bertanggung jawab atas segala bentuk penyidikan terkait pelanggaran pelayaran di laut. Instansi lain seperti TNI AL, Polair, dan PSDKP tidak memiliki wewenang untuk menghentikan atau memeriksa kapal tanpa koordinasi dengan KPLP,” ucap Soleman Ponto.
“Saya berharap amanah yang diberikan kepada KPLP bisa dijaga dengan baik, dan dapat mengimplementasikannya dengan benar,” katanya. (***)