Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto menuturkan sektor transportasi merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan, sektor transportasi menyumbang 5,18% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016.
Adapun, target pertumbuhan ekonomi pada APBN 2017 sebesar 5,1% dinilai realitis kendati masih cukup berat karena masih dibayangi oleh beberapa tantangan domestik dan luar negeri. Dalam Commodity Markets Outlook yang dikeluarkan Bank Dunia diperkirakan, harga komoditas energi dan logam akan meningkat signifikan pada 2017.
“Harga energi dan logam masing-masing sebesar 26% yoy dan 11% yoy pada 2017, sedangkan harga minyak mentah diperkirakan meningkat 29% yoy dari USD42,8 per barrel menjadi USD 55 per barel pada 2017. Peningkatan tersebut disebabkan menurunnya pasokan dan meningkatnya permintaan akan energi dan logam,” kata Carmelita Hartoto yang juga menyatakan bahwa INSA mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para insan pers pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang diperingati pada 9 Februari setiap tahunnya.
Untuk harga logam mulia diperkirakan turun sebesar 7% yoy pada 2017 karena kenaikan suku bunga acuan. The Federal Reserve (The Fed) berencana menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Sementara itu, anggota Opec dan Non Opec juga telah membatasi pasokan minyak, mengingat produksi yang sudah lama tidak terkendali.
Atas dasar itu, ungkap Carmelita dalam keterangan tertulisnya yang diterima Ocean Week menyatakan, INSA mempredikisi akan mulai terjadi peningkatan harga komoditi logam dan energi pada 2017 yang juga akan meningkatkan pergerakan atau permintaan akan komoditas tersebut pada tahun-tahun berikutnya
Di dalam negeri, realisasi investasi pada 2017 diperkirakan akan tumbuh 6,80%. Pada tahun lalu, kinerja investasi pada tahun lalu telah melampaui target yang sebesar IDR594,8 triliun.
Carmelita mengharapkan, kinerja investasi yang positif tersebut akan berdampak pada peningkatan lapangan pekerjaan, sekaligus mendorong pergerakan komoditas dalam negeri, sehingga diharapkan juga meningkatkan kinerja dunia usaha pelayaran.
Carmelita mengatakan, kendati perkembangan pembangunan infrastruktur belum memenuhi target, akan tetapi telah menunjukkan tren perkembangan yang positif. Tentunya ini akan sedikit membantu pertumbuhan komoditas yang menggairahkan arus barang.
Kondisi sektor transportasi laut sendiri saat ini tengah menghadapi banyak tantangan. Namun demikian, beberapa jenis pelayaran diperkirakan mulai menunjukkan tren positif.
Sektor pelayaran kontainer, misalnya, yang dinilai akan mulai kembali menggeliat seiring dengan kebijakan pemerintah mengikutsertakan swasta dalam tender angkutan tol laut dan dibangunnya rute-rute baru yang lebih baik serta dibangunnya short sea shipping dengan kapal Ro-Ro, guna memindahkan arus barang melalui darat ke transportasi laut.
“Dengan demikian pertumbuhan arus barang petikemas diperkirakan rata-rata naik 5% dibanding tahun 2016 pada beberapa pelabuhan utama di Indonesia,” katanya dalam keterangan resminya
Carmelita juga menyoroti kebijakan satu harga untuk komoditas semen dan bahan bakar minyak di wilayah timur Indonesia. Menurutnya, hal ini meningkatkan pembangunan wilayah timur Indonesia, sehingga akan berdampak pada penurunan biaya logistik karena terjadinya efisiensi pada transportasi komoditi, dengan adanya muatan-muatan balik dari sentra-sentra industri wilayah timur.
“Walaupun itu tidak serta merta terjadi pada tahun 2017 dan mungkin baru pada dua atau tiga tahun mendatang.”
Namun tidak demikian halnya dengan sektor komoditi lainnya. Carmelita memperkirakan muatan curah masih belum terbangun dari tidur panjangnya. Hilirisasi mineral Indonesia mengalami keterlambatan. Sehingga ekspor mineral mengalami keterhambatan sampai 5 tahun mendatang.
Di sektor batubara, pergerakan batubara internasional masih menunggu kestabilan harga. Produsen batubara nasional masih berkonsentrasi pada kebutuhan nasional saja.
“Sehingga armada tug & barge yang menunjang muatan ekspor untuk transshipment batubara maupun mineral lainnya seperti iron ore dan nickle ore masih harus berpuasa panjang.”
Hal yang serupa juga terjadi pada sektor offshore. Carmelita mengatakan, walaupun harga minyak bumi diperkirakan akan membaik seiring dengan penurunan produksi negara-negara anggota Opec maupun Non-Opec, namun tidak serta merta akan menggairahkan lagi eksplorasi minyak bumi yang akan menyibukkan kembali industri supporting offshore.
“Memang akan ada sedikit pergerakkan dalam menunjang peningkatan produksi gas alam, yang sudah dalam rencana ekspansi sebelumnya.”
Pada sisi lain, kata Carmelita, komoditas ekspor dan impor non migas kendati tercatat dalam 5 tahun terakhir tren ekspor tumbuh 12% dan nilai impor turun rata-rata 4%, namun hal ini tidak berdampak terhadap industri pelayaran nasional.
Kondisi itu disebabkan kebijakan moneter dan fiskal yang masih belum meningkatkan daya saing pelayaran nasional terhadap pelayaran internasional. “Serta kebijakan beyond cabotage (transformasi term of trade dari FOB menjadi CIF untuk ekspor dan CIF ke FOB untuk impor) belum dijalankan. Sehingga 95% transportasi ekspor dan impor masih tetap dikuasai kapal asing. (fjr/ow)