Sekitar 65% kapal yang berkegiatan di pelabuhan Priok masih belum mau melaporkan keberadaan limbahnya dalam sistem inaportnet.
Mereka hanya mencatatkan 0 (nol) atau tidak ada. Hal itu karena tak adanya sanksi yang diberikan kepada Pelayaran dari regulator (Syahbandar).
Coba kalau pihak Syahbandar memberikan sanksi, dipastikan pelayaran akan jujur menyampaikan informasi apa adanya. Dan ini akan baik bagi pelabuhan Priok untuk menuju green port, karena selama ini masih dicap oleh KLHK sebagai pelabuhan dengan rapor Merah.
Indonesian National Shipowner Association (INSA) Jaya menyatakan akan mendukung kebijakan pemberian sanksi oleh Syahbandar kepada pelayaran yang tak mencatatkan laporan limbah kapalnya dalam sistem inaportnet.
“Ini bagus untuk Tanjung Priok menuju green port. Dan juga bisa diketahui limbahnya dibuang dimana,” kata Capt. Alimudin, ketua DPC INSA Jaya kepada Ocean Week, di kantornya, Jumat siang.
Dengan begitu, ujarnya, pihak Syahbandar bisa kontrol betul mengenai pencemaran laut di Priok. Karena siapa tahu mereka (kapal) membuang limbahnya dalam lingkungan perairan Tanjung Priok.
“Saya setuju saja akan sanksi tersebut, sepanjang itu untuk kebaikan bersama,” ungkap Alimudin menanggapi gagasan kantor Syahbandar akan memberikan sanksi kepada pelayaran (kapal) yang tak melaporkan keberadaan limbahnya diatas kapal dalam sistem Inaportnat.
Sebelumnya, kepala kantor Syahbandar Tanjung Priok Capt. Wisnu Handoko menyatakan akan memberikan sanksi kepada pelayaran (kapal) yang tak mencatatkan limbahnya dalam sistem inaportnet.
“Tentunya penegakan mulai sanksi peringatan sampai dengan penundaan SPB jika ke depan tidak melaporkan (limbahnya dalam sistem inaportnet,” kata Capt. Wisnu Handoko kepada Ocean Week, di Jakarta belum lama ini.
Wisnu menegaskan agar kedepan Pelayaran yang berkegiatan di pelabuhan Tanjung Priok mentaati segala bentuk peraturan yang diterbitkan pemerintah.
“Yang jelas kami di syahbandar dan OP dan Pelindo 2 Cabang Priok akan bekerja bahu membahu melalui sekretariat bersama (Sekber) yang dibentuk bersama INSA dan Asoaiasi Perusahaan Limbah Indonesia (APLI),” ujarnya lagi.
Capt. Wisnu Handoko mengungkapkan bahwa Sinkronisasi aplikasi PWSM yang ada di inaportnet dan Pelindo 2 juga akan terus diperbaiki.
“Kita bersama juga akan membentuk manajemen pengelolaan limbah kapal di pelabuhan priok yang nanti akan diusulkan sebagai peraturan dirjen atau jika perlu peraruran menteri,” ungkapnya.
Mewujudkan pelabuhan Tanjung Priok yang bersih, bebas pencemaran dan ramah lingkungan juga akan didiskusikan oleh instutusi kepelabuhanan pada Senin (12/10), bertempat di Museum Maritim, pelabuhan Tanjung Priok.
Edaran Dirjen
Ketua INSA Jaya Capt. Alimudin mengungkapkan bahwa soal pelaporan limbah ini, pada tahun 2018 lalu, dirjen Hubla Agus Purnomo pernah mengeluarkan surat edaran, tapi karena tak ada sanksi bagi pelayaran, maka tak ada yang patuh dengan himbauan dirjen laut tersebut.
Menanggapi edaran Dirjen Hubla tahun 2018 soal pelaporan limbah kapal, kepala Syahbandar Priok Capt. Wisnu Handoko menyatakan, bahwa Surat edaran tersebut perlu dibuatkan sebuah juknis (petunjuk teknis) bagi para stakeholder.
“Jadi itu yang sekarang bersama komunitas Priok akan kita buat. Paralel dengan nanti sosialisasi,” jelasnya.
Dalam berita di Ocean Week sebelumnya disebutkan gara-gara limbah kapal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberi nilai rapor ‘Merah’ terhadap pelabuhan Tanjung Priok.
Sekitar 65% kapal-kapal yang berkegiatan di pelabuhan terbesar di Indonesia ini dalam pelaporan sistem Inaportnet, masih melaporkan keberadaan limbahnya diatas kapal 0 (tidak ada).
Padahal, pembuangan limbah yang tak sesuai prosedur aturan dapat dikenai sangsi pidana.
Karena itu, pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan, Kesyahbandaran menginisiasi membentuk sekretariat bersama (Sekber) dalam penanganan limbah di pelabuhan Tanjung Priok ini.
Menurut Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) Capt. Mugen Suprihatin Sartoto, Sekber sudah dirapatkan beberapa kali.
“Bahkan Senin (28/9) siang merupakan meeting finalisasi surat keputusan bersama pengelolaan limbah di pelabuhan Tanjung Priok, secara virtual,” kata Capt. Mugen kepada Ocean Week, belum lama ini.
Karena itu pihaknya berinisiatif membentuk sekretariat bersama yang koordinatornya adalah Otoritas Pelabuhan (OP).
“Nantinya Sekber ini akan melakukan pengawasan untuk masalah limbah kapal di Tanjung Priok,” ujarnya.
Kedepan, kata Mugen, kapal diminta memberikan informasi dimana limbahnya dibuang, jika tak dibuang di Priok.
“Jadi kalau limbahnya dibuang di salah satu pelabuhan dan tak dibuang di Priok, harus dilampirkan pernyataan dari pihak berwenang di pelabuhan bersangkutan, sehingga kami bisa mengetahui dimana limbahnya dibuang,” ungkapnya.
Upaya yang dilakukan tersebut, kata Mugen, dalam rangka menjadikan pelabuhan Priok ramah lingkungan menuju green port.
Barangkali untuk teknis pelaksanaan penanganan limbah ini nantinya pihak Kesyahbandaran yang lebih banyak berperan.
Capt. Mugen juga mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan konsep Pelabuhan Tanjung Priok yang ramah lingkungan memerlukan sebuah tindakan bersama yang didukung oleh instansi terkait sehingga mempermudah dalam melakukan koordinasi.
Pertimbangan lain dibentuknya Sekber karena setelah dilakukan evaluasi terhadap implementasi sistem pelaporan limbah bawaan kapal pada warta kedatangan dan keberangkatan kapal melalui Inaportnet serta sistem penanganan limbah kapal (PWMS) maka dipandang perlu melakukan langkah percepatan dan merubah strategi dalam mengelola aliran limbah, dokumen dan biaya.
“Tentu saja dalam rangka pencapaian penilaian Reception Facility (RF)
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Pelabuhan Tanjung Priok yang dapat dipertanggung jawabkan baik waktu, mutu dan biaya serta mekanisme pelaporan dan pemantauan, maka perlu
dilakukan pengawasan bersama tentang pengelolaan lingkungan hidup di Pelabuhan Tanjung Priok,” jelas Mugen.
Penanganan limbah B3 kapal memang tak mudah. Bagaimana sekarang pengawasan terhadap limbah kapal-kapal milik PT Pertamina dan Pelni, serta kapal-kapal tunda milik PT JAI. “Limbah mereka itu dibuangnya dimana, selama ini kita nggak tau,” ucap Munif, dari DPC INSA Jaya.
Sedangkan Ketua umum APLI Poltak Simbolon menyatakan jika bicara soal limbah di pelabuhan, maka intinya limbah dari kapal dan limbah yang dihasilkan dari kegiatan operasional penunjang pelabuhan.
“Kita melihat bahwa masalah limbah tersebut menyangkut pada program peningkatan kinerja perusahaan di Tanjung Priok yang saat ini masih dinilai Merah oleh KLHK,” kata Poltak.
Oleh karena itu, ungkapnya, APLI memberikan masukan agar jangan terpaku pada limbah kapal (limbah B3), tidak kalah pentingnya wajib juga dilakukan pengelolaannya, kegiatan operasional penunjang pelabuhan.
Untuk diketahui bahwa selama ini penanganan limbah di pelabuhan Priok dilakukan oleh PT Indowastek dan PT Binasamsurya Mandala Putra sebagai mitra kerja PT Pelindo Cabang Tanjung Priok.
Dalam rangka menunjang program pemerintah untuk mewujudkan pelabuhan bersih (clean port) menuju green port di pelabuhan Tanjung Priok, diharapkan seluruh pengguna jasa agar melakukan penginputan terkait isian barang cemar bawaan kapal pada warta kedatangan dan keberangkatan melalui inaportnet.
Kewajiban untuk penginputan barang bagi kapal-kapal pembawa limbah (sampah) tersebut sebenarnya sudah sejak Oktober 2018 lalu diminta oleh Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo melalui surat edarannya no. Um-003/86/18/DJPL-18. Bahkan sewaktu Syahbandar Priok dipimpin Amiruddin, pada Juli 2019 juga mengeluarkan edaran akan hal itu.
Penanganan limbah kapal memang membutuhkan keseriusan dan kesadaran dari semua pihak, bukan hanya limbah B3, namun juga limbah lainnya.
Dan ini akan bisa berjalan jika pemerintah (Syahbandar) memberikan sanksi kepada mereka yang tak mentaati peraturan, karena tanpa sanksi itu akan tetap saja disepelekan, sehingga harapan menjadikan green port Tanjung Priok, bakal menjadi mimpi panjang. (***)