Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-15 tentag pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik Nasional.
Dalam paket itu, pemerintah melakukan relaksasi beberapa kebijakan demi meningkatkan daya saing logistik Indonesia. Salah satu relaksasi tersebut ditujukan bagi industri perkapalan dan pelayaran.
Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi menyatakan menyambut baik adanya paket kebijakan ini. Dia mengaku ada beberapa aturan yang berada di domain Kementerian Perhubungan.
“Pertama, berkaitan dengan Peraturan Menteri (PM) 93 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan angkutan laut yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengusahaan angkutan laut, dimana dulu ada syarat harus ada modal disetor Rp 1,5 miliar dan modal dasar Rp 10 miliar, dicabut. Jadi angkutan laut tidak dikenakan lagi,” kata Budi Karya di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Kedua, terkait Peraturan Menteri (PM) nomor 11 Tahun 2016 yang berkaitan dengan pengusaha keagenan kapal. Dalam PM tersebut sebelumnya disyaratkan pengusaha harus menyetorkan modal Rp 1,5 miliar terlebih dahulu, namun kali ini aturan mengenai hal itu dicabut.
Ketiga mengenai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 152 tentang Penyelenggaraan Pengusaha Angkutan Laut. Sebelumnya pengusaha harus menyediakan modal dasar Rp 2 miliar. “Kita harap usaha bongkar muat di Indonesia tidak harus punya modal besar,” tegas Budi Karya.
Tidak hanya itu, masih ada Permenhub 146 tentang penyelenggaraan pelabuhan laut. Di sini pengusaha harus memiliki modal dasar Rp 500 miliar dan Rp 10 miliar harus disetorkan. “Itu kita hilangkan bersamaan dengan kita lakukan swastanisasi pelabuhan di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah meluncurkan Peket Kebijakan Ekonomi ke 15 ini memfokuskan perbaikan sistem logistik.
“Porsi biaya logistik menyumbang sekitar 40 persen dari harga ritel barang, dan komponen terbesar dari logistik, yaitu 72 persen adalah ongkos transportasi,” katanya.
Darmin juga menyatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan sering menyebabkan terjadinya disparitas harga, fluktuasi, dan kelangkaan stok barang antarwilayah dan antarpulau.
Oleh sebab itu, pemerintah ingin memperkuat sistem logistik dan meningkatkan daya saing perusahaan penyedia jasa logistik. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan peluang kepada perusahaan pemeliharaan kapal nasional, asuransi pelayaran (ocean insurance) dan pengusaha pelayaran untuk berkembang. Dengan demikian, diharapkan biaya logistik menjadi lebih murah.
Paket Kebijakan Ekonomi ini dijabarkan melalui kebijakan peningkatan peran dan skala usaha yang memberikan peluang bisnis bagi angkutan dan asuransi nasional, dalam mengangkut barang ekspor impor, serta usaha galangan kapal/pemeliharaan kapal di dalam negeri.
Paket tersebut juga menyebutkan kebijakan penguatan kelembagaan dan kewenangan Indonesia National Single Window (INSW) dengan kebijakan antara lain memberikan fungsi independensi badan INSW untuk dapat mengembangkan sistem elektronik pelayanan dan pengewasan ekspor impor, kepabeanan, dan kepelabuhanan di seluruh Indonesia.
Kemudian mengawasi kegiatan ekspor impor yang berpotensi sebagai ilegal trading, membangun single risk management untuk kelancaran arus barang dan penurunan dwelling time, dan sebagai competent authority dalam integrasi ASEAN SIngle Window dan pengamanan pelaksanaan FTA.
Penyederhanaan tata niaga untuk mendukung kelancaran arus barang dengan membentuk tim tata niaga ekspor impor dalam rangka mengurangi LARTAS dari 49% menjadi sekitar 19% atau mendekati rata-rata non tarif barrier negara-negara ASEAN sebesar 17%. (***)