Pemberian Subsidi kepada PT Pelni yang konon mencapai Rp 2 triliun perlu diaudit dan dipertanyakan kenapa sampai sebesar itu. “Pemberian subsidi harus tepat sasaran,” kata Anggota Komisi V DPR RI Yoseph Umarhadi kepada Oceanweek per telpon, kemarin.
Umarhadi mengaku kaget dengan besaran subsidi Pelni itu. “Rp 2 triliun dapat digunakan untuk membeli kapal-kapal perintis, karena subsidi harus tepat sasaran,” ujarnya.
Menurut Umarhadi, kalau pelu subsidi itu diperuntukkan bagi pelayaran nasional yang memerlukan, namun ditugasi untuk kepentingan pemerintah. “Jika Pelni dapat bantuan tetapi swasta tidak ada bantuan lalu disuruh bersaing dengan Pelni ya nggak akan mampu, itu nggak fair,” jelas Umarhadi.
Seperti diberitakan bahwa, Kementerian Keuangan pernah mengusulkan adanya subsidi angkutan kapal PT Pelni (Persero) sebesar Rp2,1 triliun untuk dimasukkan dalam Public Service Obligation (PSO). Subsidi itu disampaikan dalam rapat Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) membahas belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2017 tahun lalu.
“Bantuan mengurangi beban tiket pengangkutan PSO dilakukan PT Pelni kepada wilayah-wilayah yang belum bisa dicapai dengan transportasi yang lain. Pagu PSO Pelni Rp2,1 triliun,” ungkap sumber.
Pada Oktober 2015, pemerintah menugaskan PT Pelni sebagai badan penyelenggaran Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation – PSO) angkutan barang di laut, melalui Peraturan Presiden No.106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Palayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut.
Peraturan Presiden itu ditandatangani oleh Joko Widodo pada 1 Oktober 2015 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tanggal 2 Oktober 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Tujuan dikeluarkan Perpres No.106 Tahun 2015 adalah untuk menjamin ketersediaan barang dan mengurangi disparitas harga bagi masyarakat serta menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan dalam mendukung pelaksanaan tol laut.
Sejak tahun 2003 pemerintah mulai memberikan PSO kepada PT Pelni untuk menyediakan akses transportasi publik ke wilayah terpencil dan terluar untuk mempercepat pembangunan serta melayani kebutuhan pelayanan umum transportasi penumpang dalam negeri kelas ekonomi ke seluruh pelosok tanah air dengan konsekuensi tarif dan trayek ditetapkan oleh pemerintah.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan dan PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) menandatangani Perjanjian Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Bidang Angkutan Laut untuk Penumpang Kelas Ekonomi Tahun Anggaran 2016 atau Public Service Obligation (PSO) sebesar Rp1,786 triliun. Penandatanganan kontrak PSO Tahun 2016 tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut (waktu itu) Capt. Bobby R. Mamahit dan Direktur Utama PT Pelni, Elfien Goentoro di Kantor Kementerian Perhubungan.
Selain itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan menandatangani kontrak Public Service Obligation (PSO) yang diberikan kepada PT Pelni sebesar Rp257.9 miliar untuk pengoperasian kapal tol laut.
Kontrak PSO tersebut waktu itu ditandatangani oleh Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Ditjen Hubla Wahyu Widayat dan Direktur Komersial PT Pelni Harry Boediarto di Ruang Sriwijaya lantai 4 Gedung Karsa Kementerian Perhubungan Jakarta.
Tol Laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 tanggal 2 Oktober 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Tol Laut yang kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 161 Tahun 2015 tanggal 16 Oktober 2015 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut.
Adapun trayek yang harus dilayani oleh PT Pelni terkait dengan pemberian PSO tersebut adalah:
- Tanjung Perak – Tual – Fak-Fak – Kaimana – Timika – Kaimana – Fak-Fak – Tual – Tanjung Perak
- Tanjung Perak – Saumlaki – Dobo – Merauke – Dobo – Saumlaki – Tanjung Perak
- Tanjung Perak – Reo – Maumere – Lewoleba – Rote – Sabu – Waingapu – Sabu – Rote – Lewoleba – Maumere – Reo – Tajung Perak
- Tanjung Priok – Biak – Serui – Nabire – Wasior – Manokwari – Wasior – Nabire – Serui – Biak – Tanjung Priok
- Tanjung Priok – Ternate – Tobelo – Babang – Tobelo – Ternate – Tanjung Priok
- Tanjung Priok – Kijang – Natuna – Kijang – Tanjung Priok