Pekerja JICT yang melakukan mogok kerja tidak diperbolehkan absensi oleh manajemen perseroan. Tadi malam, para pekerja (SP) JICT juga diusir oleh salah satu direksi sebelum mogok kerja dimulai pukul 07.00 Wib, Kamis (3/8) ini.
Informasi dari salah seorang pekerja JICT menyatakan, tidak diperbolehkannya mereka absen itu tidak diketahui apa alasannya. “Pekerja JICT yang mogok kerja tidak boleh absen tanpa ada penjelasan dari manajemen,” ujar sumber dari SP JICT tersebut, Kamis (3/8) pagi.
Konon, mogok kerja ini juga memperoleh dukungan dari pekerja transportasi wanita seluruh dunia.
Seperti diketahui bahwa tanggal 1 Agustus 2017, Direktur JICT Gunta Prabawa mengeluarkan surat edaran no. HM.608/1/14/JICT-2017 yang ditujukan kepada para pengguna jasa dan asosiasi.
Edaran tersebut menginformasikan mengenai rekonfigurasi internal. Dalam edaran ini disebutkan bahwa PT JICT sedang melakukan rekonfigurasi kembali sistem terkait dengan penyusunan kembali lapangan penumpukan antara PT JICT dan TPK Koja yang memerlukan waktu penyelarasan sistem selama 12 jam, sehingga pelayanan gate in dan billing akan dihentikan sementara dari Kamis (3/8) pukul 03.00 – 15.00 Wib.
“Segala biaya yang timbul dikarenakan kegiatan ini akan ditanggung oleh PT JICT, meliputi biaya penumpukan, refer dan recooling,” kata Gunta.
Sebelumnya, beberapa pelayaran kepada Ocean Week menyatakan, akibat aksi mogok kerja selama seminggu (3-10/8), JICT kehilangan total (loss pendapatan) sekitar Rp 100 milyar, dari stevedoring. “Belum biaya penumpukan, LoLo, dan lainnya,” ujar pelayaran.
Satu kapal yang membongkar sekitar 2400 box, katanya, biaya stevedoringnya saja sebesar Rp 2,8 milyar ke JICT. “Kalau selama aksi ini (mogok kerja SP JICT) ada dua puluhan kapal memindahkan kegiatannya dari terminal ini, berapa besar kerugian JICT. Meski kami pun sebenarnya juga dibuat repot akibat aksi mogok kerja ini,” ujarnya lagi. (***)