INSA mengapresiasi operator pelabuhan yang telah memberikan relaksasi biaya sandar kapal serta biaya kepelabuhanan lainnya di tengah pandemi COVID-19.
“Saya harus berterima kasih karena telah memberikan relaksasi,” kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, di Jakarta, Jumat.
Carmelita mengakui, pelayaran baik itu penumpang maupun barang menjadi lesu karena permintaan berkurang dalam masa pandemi ini dan banyak kapal-kapal yang hanya disandarkan di pelabuhan sebagai salah satu langkah efisiensi perusahaan.
Carmelita mengatakan saat ini kebijakan keringanan biaya pelabuhan serta perpanjangan sertifkat dan “docking” atau perawatan kapal telah disetujui asalkan tidak membahayakan keselamatan.
“Dari Pelindo kita juga dapat stimulus penundaan pembayaran untuk 14 hari di pelabuhan,” ujarnya.
Namun, dia menambahkan, apabila kondisi sulit ini berlangsung secara terus-menerus, bukan tidak mungkin pihaknya akan meminta perpanjangan relaksasi tersebut.
“Kalau ini menjadi lama tentunya akan meminta kembali kepada pelabuhan lebih panjang lagi. Kita akan minta pastinya. Dari pelabuhan sejauh ini dari Pelindo II dan III cukup bagus,” katanya.
Selain itu, Carmelita juga meminta penghapusan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke Kementerian Perhubungan, namun masih diproses di biro hukum.
Terkait stimulus moneter, Ia juga telah mengajukan penjadwalan ulang (rescheduling) pinjaman bank, terutama oleh bank swasta.
“Bank-bank swasta sendiri mereka enggak mau ikut bank umum nasional (recheduling), mereka punya aturan sendiri, kalau ‘reschedule’ yang dipertanyakan kinerja kita tentunya kita dicap menurun,” ujarnya.
Pasalnya, pendapatan di sektor pelayaran penumpang atau roro akibat adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berarti penutupan aktivitas terminal pelabuhan selama pandemi COVID-19 anjlok 75 hingga 100 persen.
Di samping itu, untuk sektor barang kontainer, curah kering, tanker, “tug and barge”, “off shore” dan kapal khusus mengalami penurunan pendapatan sekitar 25-50 persen.
Akibat para pemilik barang (shipper) mengalami kesulitan keuangan, Ia mengatakan hal tersebut menyebabkan penaikan piutang yang membuat arus kas perusahaan terganggu, khususnya pada barang kontainer, curah kering dan “tug and barge”.
Untuk bisa bertahan di situasi sulit, Carmelita mengatakan para perusahaan pelayaran mau tidak mau harus melakukan efisiensi, di antaranya menghemat pos-pos biaya perusahaan, misalnya dengan mengurangi biaya dinas luar kota yang dinilai tidak terlalu penting, digitalisasi atau kerja dari rumah (work from home) dan outsorching pekerjaan.
Kemudian, lanjut dia, mengandangkan kapal lantaran kekurangan sewa (charter) atau kargo angkutan.
Selanjutnya, yakni negosiasi kontrak, terutama untuk sektor pelayaran curah, “off shore” atau kapal khusus dengan pemberi kerja agat tidak memutus kontrak kerja. (Ant/**)