Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Agus H Purnomo menekankan bahwa semua instansi di pelabuhan harus kompak dan solid.
Hal itu diungkapkan Dirjen Hubla dalam arahannya saat menjadi narasumber sekaligus membuka Focus Group Discussion (FGD) tentang Transformasi Pengelolaan di Kawasan Timur Indonesia dan Program Tol Laut Pemerintah yang digelar PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Makassar, Kamis (7/12).
“Kita semua harus kompak, harus solid. Ayo kita kompak berbuat untuk negeri ini,” tegas Agus dalam FGD yang berlangsung di Ruang Serba Guna Lantai 7 Kantor PT Pelindo IV Makassar.
Dalam rilisnya yang diterima Ocean Week, Dirjenla Agus juga meminta agar seluruh instansi di pelabuhan selalu bersinergi dengan pihak lain. Serta selalu positif thinking dan tidak saling menyalahkan.
“Tak lupa, sesuai instruksi Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, kita juga harus memaksimalkan online dan digital mengingat saat ini sudah era digital,” katanya.
Agus menambahkan, ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) harus bertumbuh. “Kita punya pekerjaan rumah (PR), bagaimana agar semua pelabuhan yang disinggahi kapal harus bertumbuh ekonominya, terutama pelabuhan-pelabuhan di KTI,” ungkap Agus.
Jika ekonomi wilayah tumbuh, otomatis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga akan bertumbuh. Namun, yang paling penting adalah pertumbuhan ekonomi daerah. “Karena tujuan Tol Laut, supaya semua barang kebutuhan masyarakat bisa tersebar di seluruh Indonesia dengan harga yang masih pantas. Tentunya, kita semua berharap agar negeri ini bisa bersaing dengan negeri yang lain,” tegasnya.
Quick Win
Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo IV, Doso Agung pada kesempatan itu melakukan expose mengenai ‘Quick WinTransformasi Pengelolaan Pelabuhan di Indonesia Timur’.
Kata Doso, selama ini pihaknya sudah melakukan delapan hal untuk quick win penurunan cost logistik dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yaitu konektivitas pelabuhan pemerintah dan pelabuhan komersial.
“Selain itu, kami juga melakukan pelaksanaan pengerukan, pelimpahan pemanduan, simplifikasi tarif yang direvitalisasi dalam bentuk tarif paket, perubahan proses penetapan tarif, kegiatan bongkar muat barang umum di Terminal untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan pengoperasian fasilitas APBN di pelabuhan umum komersial, serta pengelolaan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di pelabuhan,” ungkapnya.
Doso memaparkan, khusus penataan pengelolaan TKBM, biaya TKBM di Indonesia Timur tanpa alat bongkar muat mencapai 70 persen sampai 80 persen. Apabila menggunakan alat bongkar muat mencapai 50 persen dari biaya bongkar muat atau stevedoring.
Mantan GM TPK Koja Jakarta itu menambahkan, penataan pengelolaan TKBM dengan aturan baru, pertama, terdapat alternatif penyedia layanan TKBM (tidak monopoli), di mana TKBM akan memiliki sertifikasi dan terlatih, jaminan produktivitas dan kecepatan kerja selama 24 jam, kesejahteraan lebih terjamin dalam arti, gaji bulanan, insentive atau lembur, tunjangan, bonus produktivitas, serta dapat dilakukan Service Level Agreement (SLA) atau Service Level Guarantee (SLG) (responsibility).
“Kedua, penggunaan alat modern harus dapat menurunkan cost logistic, sehingga pekerjaan TKBM menjadi lebih ringan. Dengan melakukan konversi cargo dari non kontainer ke kontainer, installment alat bongkar muat yang berdampak pada lower cost dan single cost yaitu tarif paket, sehingga memudahkan perhitungan atau simplifikasi,” ucap Doso. (***)