Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta kerja (Ciptaker) pada Senin malam (5/10) disyahkan oleh DPR RI menjadi undang-undang. Bagaimana dengan industri pelayaran setelah UU yang banyak mendapat penolakan dari buruh tersebut diundangkan.
Mengingat banyak opini yang masih simpang siur mengenai hal ini. Padahal UU tersebut masih harus dibuatkan turunannya yakni PP (peraturan pemerintah), dan disambung dengan peraturan menteri.
Namun, dunia usaha khususnya pelayaran sudah terlanjur ketakutan jika asing akan menguasai kembali sektor ini di dalam negeri. Makanya sering muncul pertanyaan, apakah dengan diundangkannya omnibus law cipta kerja ini menguntungkan pelayaran atau sebaliknya merugikannya.
Bagaimana pula dengan asas cabotage, apakah ada perubahan atau bahkan dihilangkan, ini juga menjadi bahan perbincangan kalangan usaha di sektor industri ini.
Untuk itu, Ocean Week mencoba menggali informasi dari Carmelita Hartoto (Ketua Umum DPP INSA) seputar Omnibus law cipta kerja tersebut, berikut petikannya.
OW : Dengan diundangkannya omnibus law cipta kerja, apakah pelayaran diuntungkan atau dirugikan?
CH : Dengan disahkannya UU Ciptaker, Industri pelayaran nasional tidak dalam posisi diuntungkan atau dirugikan. INSA juga masih membahas masalah ini. Kami tetap akan mengawal terus, sehingga dalam pembuatan PP nya tidak merugikan usaha pelayaran nasional.
OW : Bagaimana dengan asas cabotage di UU Cipta Kerja itu ?
CH : Untuk asas cabotage merupakan hal fundamental dalam menjaga kedaulatan bangsa Indonesia yang merupakan negara maritime. Dengan 17 ribu pulau, sudah sepatutnya kedaulatan itu dijaga melalui konsistensi penerapan asas cabotage di industry pelayaran. Dan Indonesia buka satu-satunya yang menerapakan asas cabotage, negara-negara maju justru sudah lebih dulu menerapkan ini, seperti Amerika, Tiongkok, ataupun Jepang. Selain untuk menjaga kedaulatan bangsa, asas cabotage juga berdampak poositif bagi ekonomi nasional dengan tumbuhnya industry pelayaran dan industry terkait lainnya.
OW : Maksudnya ?
CH : Dengan adanya asas cabotage juga bukan berarti asing sama sekali tertutup untuk bernivestasi di sektor pelayaran. Asing masih terbuka jika ingin berinventasi di sektor pelayaran dengan batas 49% dari total komposisi saham, sedangkan 51% sisanya pengusaha nasional. Dan asing pun masih terbuka untuk berusaha di sektor pelayaran untuk jenis-jenis kapal tertentu seperti kapal khusus atau kapal pengeboran dan yang lainnya yang butuh teknologi tinggi, sepanjang belum ada kapal Nasional yang tersedia.
OW : Jadi ?
CH : Sejauh ini pasal 8 yang terkait asas cabotage di UU pelayaran tidak mengalami perubahan di UU Cipta Kerja ini. Tapi memang masih perlu dikawal terus terkait dengan Peraturan Pelaksanaannya berupa PP atau PM nya. Agar kita tetap konsisten menerapkan asas cabotage demi kedaulatan bangsa dan negara. (***)