Indonesia National Shipowners Association (INSA) belum menyetujui rencana usulan kenaikan biaya bongkar muat petikemas domestik yang digagas Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI Jakarta.
“INSA belum tau rencana itu. Sebab sampai sekarang belum ada proposal resmi yang masuk ke INSA soal rencana usulan kenaikan biaya bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priok,” kata Capt. Supriyanto, Sekretaris DPC INSA Jaya kepada Ocean Week, di kantornya, Senin (24/2) sore.
Menurut Supriyanto, untuk penentuan kenaikan tarif mesti melibatkan asosiasi terkait. “Silakan saja kalau rencana itu sudah dibahas antara APBMI dengan Pelindo, tapi kalau INSA nggak mau, ya nggak bisa,” tegasnya didampingi Munif dan Banu Amza, keduanya pengurus INSA Jaya.
Rencana usulan kenaikan tersebut juga belum pernah dibicarakan dengan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta.
“Belum pernah ada pembicaraan dengan ALFI Jakarta soal rencana kenaikan tarif bongkar muat petikemas domestik di pelabuhan Priok,” kata Adil Karim, Ketua ALFI Jakarta menjawab Ocean Week, Selasa pagi (25/2).
Sementara itu Juswandi Kristanto, ketua DPW APBMI Jakarta saat dikonfirmasi hal itu melalui WhatsApp nya hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban. Begitu pula dengan Aris Hartoyo, eksekutif APBMI Jakarta, juga belum menjawab pertanyaan Ocean Week.
Sedangkan Ogi Haris, salah satu pengurus APBMI Jakarta menyatakan bahwa usulan kenaikan tarif susah dimintakan dari tahun 2019 lalu. Karena terakhir ada kenaikan tahun 2016.
“Biaya PBM sudah tinggi, masak kita harus subsidi. Kalau gitu ongkos TKBM jangan naiklah,” ungkapnya kepada Ocean Week, Senin malam.
Ogi juga mempertanyakan siapa yang nggak setuju adanya kenaikan biaya bongkar muat petikemas domestik untuk pelabuhan Tanjung Priok.
“Siapa ngga setuju?. Pelayaran mana yang nggak setuju? Ngg punya kapal kok ikutan ngga setuju,” ujar Ogi ketus.
Menurut salah satu pengelola terminal petikemas di pelabuhan Priok ini, beberapa pelayaran seperti Temas, SPIL dan Meratus menyatakan tak masalah dengan kenaikan tersebut.
“Jika ngga naik, PBM yang punya alat akan terjungkal,” katanya.
Seperti diketahui, tarif bongkar muat petikemas domestik di pelabuhan Priok diusulkan naik pada tahun 2020.
Dalam draft usulan penyesuaian tarif tersebut menyebutkan terhadap status peti kemas ful container load /container yard to container yard (CY-CY) untuk peti kemas full (isi) diusulkan naik 23% sedangkan empty (kosong) 19%.
Penyesuaian itu berlaku baik untuk peti kemas berukuran 20 feet maupun 40 feet yang dilayani bongkar muatnya di pelabuhan Priok.
Sekarang ini, tarif bongkar muat peti kemas ukuran 20 feet (full) Rp.650.000/bok akan naik 23% menjadi Rp.800.000/bok. Sedangkan untuk ukuran 40 feet dari sebelumnya Rp.975.000/bok diusulkan naik 23% menjadi Rp.1.200.000/bok.
Adapun untuk peti kemas empty (kosong) 20 feet dari sebelumnya Rp.405.000/bok bakal naik 19% menjadi Rp.480.000/bok. Sedangkan ukuran 40 feet dari sebelumnya Rp.607.000/bok diusulkan menjadi Rp.720.000/bok.
Sedangkan peti kemas Truck Lossing untuk peti kemas full ukuran 20 feet dari sebelumnya Rp.455.000/bok diusulkan naik 24% menjadi Rp.560.000/bok. Sedangkan ukuran 40 feet diusulkan menjadi Rp.840.000/bok dari sebelumnya Rp.682.000/bok.
Untuk peti kemas Truck Lossing dengan status empty (kosong) ukuran 20 feet diusulkan naik 19% yakni dari 283.500/bok menjadi Rp.336.000/bok. Sedangkan ukuran 40 feet naik dari Rp.425.250/bok menjadi Rp.504.000/bok.
Usulan penyesuian tarif bongkar muat peti kemas domestik itu juga mencantumkan terhadap layanan Shifting di Kapal (full) maupun Landing melalui dermaga yang naik rata-rata 25% terhadap peti kemas 20 feet maupun 40 feet.
Kendati begitu, penyesuaian tarif yang diusulkan itu tidak dikenakan terhadap kegiatan buka tutup palka per unit (landing maupun kon landing) serta lift on/lift off receiving/delivery peti kemas full maupun empty. (***)