Transhipment port Tanjung Priok hingga kini masih misteri. Rute internsional yang digadang-gadang PT Pelindo II yang konon dapat lebih hemat dan murah dibandingkan melalui pelabuhan Singapura itu belum jelas kapan diberlakukan.
Informasi yang diperoleh Ocean Week, menyebutkan bahwa perseroan tengah terus membahas dan menyiapkan asal muasal barang (container) yang dapat didatangkan ke Priok dari berbagai daerah, khususnya dari pelabuhan wilayah kerja Pelindo II.
Konon, untuk transshipment ini sudah akan ada kapal besar berkapasitas 10.000 TEUs yang siap mengangkut langsung container-container ekspor ke Negara tujuan. Dari informasi itu, mother vessel tersebut akan melayari tujuan akhir Amerika Serikat.
Namun, para pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok sampai sekarang masih bingung dan mempertanyakan dari mana hitungan lebih murah Rp 1 juta – Rp 1,5 juta yang sering didengungkan Dirut Pelindo II Elvyn G. Masassya yang menyatakan transshipment Priok lebih murah dibandingkan kapal containernya singgah lewat Singapura.
Ocean Week yang pada Jumat (3/3) lalu bertemu dengan pengamat logistic nasional DR. Nofrisel, Ketua Umum Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI) Aulia Febri, Koordinator ALFI se-Sumatera Khairul Mahali, Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan, dan Sekretaris INSA Priok Capt. Supriyanto, serta pengamat pelayaran Theo Rinastowo mengaku bingung dengan hitungan lebih murah Rp 1 juta – Rp 1,5 juta tersebut.
“Dari mana hitungannya bisa lebih murah itu,” Tanya mereka serempak sebelum semuanya mengisi acara diskusi di pameran logistic ASEAN di BSD Tangerang, minggu lalu.
Mereka bahkan mengkritisi apakah muatannya tersedia dengan kapal sebesar itu. Misalnya, barang dikumpulkan dari pelabuhan-pelabuhan wilayah kerja Pelindo II, sebut saja Cirebon, Palembang, Panjang, Pontianak, Jambi, dan lainnya, apakah sanggup sampai diatas 7.000 TEUs per minggu.
“Kapal sebesar itu pasti akan berhitung. Kalau memang tidak fisible secara bisnis, pasti kapal nggak akan masuk lagi,” ujar Theo.
Pengalaman mencatat bahwa beberapa kali direct call dari Indonesia gagal. Contoh dulu sekitar tahun 1996, kapal Djakarta Lloyd untuk pertama dan terakhir ekspor dari Pelabuhan Cirebon ke Singapura. Lalu pernah pula dari TPK Koja dengan kapal MISC yang diageni Bumi Laut Shipping tahun 2000-an juga hanya beberapa kali saja. Itu semua karena barangnya tidak mencukupi untuk diangkut menggunakan kapal besar.
Selain itu masih banyak lagi, direct call yang non transshipment Singapura tidak berhasil. Apakah peristiwa tersebut tak pernah menjadi evaluasi serius.
Memang, sekarang ini berlangsung direct call dari Makassar dengan kapal SITC, tetapi itu karena piawainya Pelindo IV menggandeng pelayaran internasional itu.
Tapi, Dirut Pelindo II Elvyn G. Masassya kelihatannya optimis dan yakin kalau konsep transshipment Jakarta (Priok) sangat tepat. “Buat pemilik barang itu bisa dapat cost saving sekitar Rp1 juta sampai 1,5 juta,” terang Direktur Utama IPC Elvyn G. Masassya.
Kata Elvyn, pemangkasan bea tersebut adalah imbas dari efisiensi lalu lintas laut. Saat ini barang yang hendak diekspor ke Jepang harus transhipment di Singapura, sehingga menambah beban biaya bagi pabean.
“Jadi transhipment port artinya barang – barang yang hendak di ekspor dari Jawa dan Sumatera tidak perlu ke Singapura, tapi ke Tanjung Priok,” ungkapnya.
Pihaknya mentarget, transshipment Tanjung Priok dapat dilakukan pada tahun 2017 ini.
Sekarang ini, Cirebon juga sedang getol menari pasar ekspor terkait program ini. Tetapi, informasi yang diperoleh Ocea Week menyebutkan bahwa barang-barang dari Cirebon itu mayoritas tujuan Eropa, bukan Amerika. Bahkan, para pengusaha di Cirebon inginnya bukan transshipment ke Priok, melainkan ada kapal direct dari Cirebon ke Singapura, kemudian lanjut ke Negara tujuan dengan kapal besar di Singapura.
Lain halnya, jika pemerintah (Pelindo II) menggandeng MLO (pelayaran raksasa dunia) dengan aturan main yang disepakati kedua belah pihak. Pelindo II menyiapkan fasilitas pelabuhannya, shipping line membawa pasarnya sebagaimana yang dilakukan pemerintah Malaysia untuk Tanjung Pelepas.
Mewujudkan konsep transshipment mesti dipertimbangkan, diteliti dengan matang, bukan hanya sekedar untuk pencitraan semata. (***)