Transhipment Jakarta Port bukan saja menjadi konsen PT Pelindo II, namun juga pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keberhasilan mendatangkan kapal besar berkapasitas 8500 TEUs milik perusahaan pelayaran Perancis Compagnie Maritime d’affretement-Compagnie Generali Maritime (CMA CGM) secara weekly ke Tanjung Priok tujuan akhir Amerika Serikat, membuktikan bahwa upaya Pelindo II melakukan penyempurnaan jasa pelayanan kepelabuhanan baik dari sistem, fasilitas maupun infrastruktur, telah mampu menjadikan perusahaan BUMN ini bersaing dengan pelabuhan besar lainnya.
Setelah resmi diluncurkan oleh Menhub Budi Karya Sumadi beberapa bulan lalu, kapal CMA CGM ini selalu rutin bersandar di dermaga JICT. Meski muatan yang diangkut dari Jakarta belum sesuai harapan pelayaran, tetapi perusahaan pelayaran Perancis ini tetap komit sampai saat ini.
Namun, kehadiran CMA CGM tersebut, kemudian memunculkan banyak pelayaran asing yang juga rutin masuk pelabuhan Tanjung Priok menjadi cemburu dengan perlakuan yang diberikan oleh Pelindo II.
Konon, CMA CGM banyak mendapat diskon tarif dari aktifitasnya selama masuk ke Tanjung Priok. Ketika hal ini Ocean Week tanyakan kepada Elvyn G. Masassya, Dirut PT Pelindo II ini hanya tersenyum.
“Kalau pelayaran ingin memperoleh perlakuan sama seperti CMA CGM, silakan bawa kapal besar juga masuk ke Priok, kami akan berikan juga apa yang didapat oleh CMA CGM, ” kata Elvyn.
Seperti diketahui bahwa perusahaan pelayaran asing yang berkegiatan di Priok, cukup banyak, misalnya ada MSC, Evergreen, NYK, Maersk Line, dan sebagainya.
Padahal, menurut Sumber terpercaya Ocean Week di salah satu terminal di Tanjung Priok, pelayaran-pelayaran asing justru ingin memasukkan kapalnya disesuaikan dengan volume tersedia. “Mereka selalu berhitung ekonomis, kalau volume barang yang ada hanya membutuhkan kapal kapasitas 3.500 TEUs misalnya, mereka akan bawa kapal sebesar itu pula,” ungkap Sumber yang tak mau disebut jatidirinya per telpon, Selasa (13/6) malam.
Mayoritas pelayaran asing itu berpikir realistis, sebab jika mereka berbondong-bondong masuk membawa kapal besarnya, apakah barang yang diangkut tersedia atau tidak.
Tetapi, prinsip ini berbeda dengan obsesi Elvyn. Perusahaan ‘plat merah’ ini justru berharap banyak kapal raksasa yang datang ke Priok, bukan hanya rute Amerika, melainkan tujuan Eropa, Asia atau lainnya. Dengan begitu, industri (eksportir-importir) tidak lagi berpikir untuk mengirim barangnya transhipment di pelabuhan Singapura, tetapi cukup melalui Tanjung Priok.
“Kami berharap konsolidasi barang dapat dilakukan di Jakarta. Kami pun ingin pelayaran juga membawa pasar kesini, dan untuk ini kami terus berupaya untuk mewujudkannya,” ujarnya.
Untuk dapat merealisasikan harapan tersebut, pihak Pelindo juga berusaha melakukan berbagai perubahan. Misalnya dengan menyiapkan infrastruktur, termasuk sistem layanan.
“Paling tidak semua kolam pelabuhan akan diperdalam menjadi 16 meter, sehingga kalau kapal besar mau sandar di terminal mana saja di Priok ini sudah tidak ada masalah, karena kedlamannya sama,” ungkapnya lagi.
Memang, diakuinya untuk mewujudkan gagasan ini tidaklah mudah, dan tantangannya pasti ada. “Mewujudkan konsep ini memang tidak mudah, dan ini butuh waktu,” kata Dani Rusli, salah satu Direksi Pelindo II menambahkan, (***)