Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi. Pembentukan Satgas ini nantinya dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), namun belum ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Satgas difokuskan di Pelabuhan Tanjung Priok, di Semarang, Surabaya, Cikarang Dry Port (CDP), dan Belawan. Adanya Satgas ini dimaksudkan supaya terjadi persaingan yang sehat di antara pelaku usaha, terutama industri dalam negeri.
“Supaya nanti level playing field sama, maka kita buat operasi pengawasan di Selat Malaka, antisipasi jangan sampai kita ketatin di pelabuhan-pelabuhan utama nanti malah bergeser ke pelabuhan tikus, itu strateginya,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi kepada pers, di Kantor Bea Cukai, Jakarta Timur.
Menurut Heru, pembentukan Satgas merupakan upaya penertiban impor berisiko tinggi dan menghilangkan praktik ilegal yang selama ini marak. Penertiban juga dilakukan untuk menjawab ekspektasi masyarakat yang menginginkan Bea Cukai menjadi institusi yang kredibel.
“Impor berisiko tinggi bisa terjadi di semua barang dan di beberapa titik masuk, itu yang kita sebut dengan risiko tinggi baik dari sisi barangnya, sisi pelakunya maupun dari sisi daerahnya. Nah ini semua kita lakukan penertiban bersama sama secara sinergi mulai dari pengumpulan informasinya kemudian identifikasi resikonya sampai kemudian pengawasannya,” ungkapnya.
Selama ini, Heru menambhakan, banyak terjadi praktik pembuatan dokumen yang undervalue sehingga dianggap berisiko tinggi. Nantinya, penindakan dari sisi administrasi akan dimulai dengan penyisiran semua dokumen.
“Dokumen-dokumen yang tidak tertib dari aspek kepabeanan dan perpajakan kita tutup dulu. Nah sekarang dari sisi operasionalnya kita turun ke lapangan untuk pastikan, meskipun sekarang administratif perusahaan-perusahaan itu sudah baik, tapi bisa saja dari operasionalnya masih saja melanggar,” ungkapnya. (***)