Ratusan kapal ikan dengan alat tangkap cantrang tak melaut dan hanya disandarkan di pelabuhan Jongor, Tegal, semenja adanya kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengenai pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang. Akibatnya kapal sudah banyak yang rusak, bahkan ada sebagian yang mesinnya sudah diambil. Apalagi bagi mereka yang belum memiliki ijin, yang ada ijin pun berpikir melaut karena modalnya ‘cekak’ (perlu dana besar untuk operasional).
Berbagai protes dari para nelayan supaya kebijakan itu dicabut sering dilakukan, namun sampai sekarang pemerintah tetap tak bergeming. Pro kontra terhadap kebijakan ini pun mencuat. Ada yang bilang bahwa penggunaan cantrang dapat merusak lingkungan, mengingat bukan hanya ikan layak konsumsi saja yang ditangkap, namun juga ikan-ikan kecil, dan terumbu karang ikut terangkut.
Karena problem nelayan cantrang itulah, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sri Adiningsih, mendatangi Pelabuhan Perikanan Tegalsari, Kota Tegal, Senin (15/5) untuk melihat sekaligus mengorek informasi dari para nelayan cantrang, kemudian mencari solusinya.
“Dengan melihat langsung ke lapangan, kami akan melaporkannya kepada bapak presiden (Presiden Jokowi-red), kemudian mencari solusi yang terbaik,” kata Sri Adiningsih yang didampingi Walikota Tegal, Siti Masitha Soeparno dan Ketua OJK Tegal, Yulius Eka Putra serta sejumlah pejabat Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Kota Tegal.
Rombongan sempat meninjau perusahaan fillet yang berada di kompleks pelabuhan. “Hasil perikanan secara langsung maupun pengolahan di Kota Tegal sangat besar. Warganya pun banyak yang menggantungkan perekonomian menjadi nelayan,” tandasnya.
Sementara itu, berdasarkan catatan Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT), dari 600 kapal yang ada, baru 10 unit yang sudah mengganti cantrang ke alat tangkap gill net. Mereka itu pemilik yang punya modal besar. Riswanto, salah satu pengurus PNKT mengatakan banyak pemilik kapal tidak mampu mengganti alat tangkap karena tak punya uang. Bantuan alat tangkap dari pemerintah untuk kapal berukuran di bawah 10 GT dinilainya tidak adil. “Seharusnya kapal-kapal ukuran menengah ke atas juga diperhatikan,” ujarnya.
Pemilik kapal ukuran 10-30 GT ke atas banyak yang terjerat hutang dan butuh bantuan. Selama ini, janji pemerintah untuk memfasilitasi kredit nelayan dengan perbankan juga hanya janji palsu. Para nelayan tetap kesulitan menyelesaikan kredit dengan perbankan. Mereka harus mengangsur hutang Rp 10 juta hingga 30 juta per bulannya tanpa ada keringanan.
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tegal, Setyo Widardo, mengatakan terkait peralihan alat tangkap cantrang, pemerintah membantu pendampingan dengan membuka gerai perizinan dan gerai permodalan.
Menurut dia, gerai permodalan menghubungkan nelayan dengan perbankan agar mudah memperoleh kredit. “Mendampingi agar mereka bisa utang di bank. Hanya pendampingan itu saja untuk kelengkapan surat-surat itu kami membantu,” katanya. (**)