Nilai pungutan liar (Pungli) yang dilakukan Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura) di TPK Palaran dan kegiatan bongkar muat di Muara Berau sangat fantastis. Rilis yang dilansir kepolisian RI menyebutkan, akumulasi asset pungli Komura sejak 2010 diduga mencapai Rp 2 Triliun.
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya dalam keterangan tertulisnya menyatakan, dari hasil analisa dokumen sejak tahun 2010 sampai 2016, total dugaan dana hasil pungutan liar sebesar Rp 180 milyar. Total dana itu terjadi di TPK Palaran. Belum termasuk bongkar muat di muara Berau. “Jika ditambah dengan aktifitas bongkar muat di Muara Berau, punglinya mencapai Rp 2 triliunan,” katanya.
Agung menjelaskan, hasil tersebut didapat dari penyidikan tim Tipideksus Bareskrim Polri dengan memeriksa 9 perusahaan bongkar muat baik di Muara Berau maupun di TPK Palaran.
Dalam kurun waktu selama enam tahun itu, pihak Komura menerima uang sangat besar dari para pengguna jasa bongkar muat ini.
Seluruh dana tersebut, diduga diperoleh dengan perbuatan melawan hokum atau tindak pidana pemerasan. Sebab para perusahaan bongkar muat yang dimintai keterangan oleh penyidik, semua merasa keberatan dengan tarif yang diminta Komura.
Selain itu, dari keterangan pemeriksaan penyidik, juga ditemukan ada unsur pemaksaan yang dilakukan tersangka Ketua Komura, Jafar Abdul Gaffar untuk penanda tanganan nota kesepakatan tarif yang dibuat sebelumnya. Banyak pihak yang tidak menandatangani kesepakatan tersebut. “Pihak yang ikut tanda tangan juga karena dipaksa oleh Jaffar Abdul Gaffar agar menyepakati hal tersebut. Jadi sebenarnya itu adalah kesepakatan yang cacat hukum,” tegas Agung.
Tak hanya itu, hasil penyidikan juga mengungkapkan banyak temuan lainnya. Misalnya tidak ada aktifitas Tenaga kerja Bongkar Muat (TKBM) dalam operasi bongkar muat, namun pihak Komura tetap meminta tarif TKBM kepada PT PSP selaku pengelola dan operator di TPK Palaran.
Dengan demikian, lanjut Agung, perlu ada pembenahan sistem secara menyeluruh dalam hal pengoperasian pelabuhan. Sehingga selain bisa menekan praktik yang sama terulang, juga memberikan kepastian hukum bagi para pengguna jasa bongkar muat.
Hingga kini pihaknya tengah melakukan pembenahan terhadap semua pelabuhan di Indonesia tetap menjadi fokus Polri, hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Jokowi untuk terus melakukan perbaikan pelabuhan di Indonesia.
“Harusnya berlaku sistem no service – no pay. Apabila tidak ada pelayanan di pelabuhan maka tidak boleh ada penarikan tarif apapun juga,” tutup Agung.
Kasus Pungli Komura ini juga cukup menyita perhatian para Koperasi TKBM di seluruh Indonesia. Mereka khawatir dan was-was, jika kasus itu juga dapat merambat ke koperasi-koperasi buruh lainnya di pelabuhan. Bukan mereka saja, namun juga PBM yang tergabung di Asosiasi. Saat ini mayoritas pengelola TKBM mulai berbenah diri. Karena ‘No service No pay’ itulah yang menjadi momok bagi semuanya, sebab selama ini menjadi rahasia umum, bahwa no service no pay itu ada,namun sulit membuktikannya. (***)