Pemerintah (Kemenhub) melalui Ditjen Hubla masih menggodok revisi PM 152/2016 tentang tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Barang dari dan ke Kapal, jika memang diperlukan ada perubahan.
“Prinsipnya jika memang perlu ada perubahan di PM itu (PM 152/2016) mesti tidak saling mematikan. BUP Pelindo mesti masih memberi kesempatan PBM bekerja di pelabuhan atau Pelndo tak boleh monopoli, tetapi ada juga BUP non Pelindo yang sudah investasi besar untuk membangun infrastruktur pelabuhan baru juga harus diberi kesempatan mengerjakan stevedoring, dan di wilayah ini PBM tak boleh ngotot untuk menang sendiri,” kata Plt. Direktur Lala Hubla Capt. Wisnu Handoko kepada Ocean Week, usai pelepasan kapal untuk kemanusiaan korban gempa Palu, Kamis (4/10) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurut Capt. Wisnu perlu ada win win solusi dalam hal PM 152 ini. “Kami sedang terus memikirkan masalah ini. Kelihatannya perlu sekali lagi diadakan FGD mengenai PM 152 tersebut,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kemenhub melalui Ditjen Hubla telah menyelenggarakan FGD mengenai PM 152, yang dihadiri APBMI, PPBMI, BUP Pelindo dan BUP Swasta, serta para pakar kemaritiman untuk mencari solusi soal peraturan yang dinilai PBM bisa mematikan usaha PBM.
Mayoritas PBM meradang dengan adanya PM 152 karena dalam peraturan itu salah satunya menyebutkan BUP yang telah mendapat konsesi dapat melaksanakan kegiatan bongkar muat sendiri, karena itu mayoritas pebisnis PBM minta agar PM tersebut direvisi, bahkan kalau perlu dicabut.
Para PBM itu, yang selama bekerja di pelabuhan yang dioperatori Pelindo 1-4 khawatir tidak akan dapat kerja lagi, karena BUMN tersebut dapat mengerjakan bongkar muat sendiri. Sorotan negatif, Pelindo dapat mematikan usaha PBM terus dicemaskan, dan kenyataannya di banyak pelabuhan di daerah, pekerjaan bongkar muat memang sudah dikerjakan oleh Pelindo. Kalau PBM ada yang bekerja, sistemnya menjadi sub kontraktor, Pelindo memberikan kerja dengan kontribusi yang telah disepakati.
Sementara itu, Agus Edi, Direktur BUP Delta yang mengelola Pelabuhan Probolinggo Jatim mengungkapkan bahwa PBM juga tak boleh lupa, bagaimana dengan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) non Pelindo yang sudah konsesi, dan membangun fasilitas pelabuhan sendiri. “Mereka sudah investasi fasilitas dengan nilai yang sangat besar, tetapi tidak diperbolehkan mengerjakan bongkar muat. Kalau begitu kapan investasi itu bisa balik. Saya yakin kalau caranya begini, pasti banyak investor yang tak tertarik investasi bangun pelabuhan,” katanya kepada Ocean Week, beberapa waktu lalu.
Situasi dan kondisi seperti ini, menjadikan pemerintah (Ditjen Hubla) meminta kepada semua pihak (BUP dan PBM) harus saling memahami, serta mau berbagi.
Capt. Wisnu berharap agar PBM juga harus semakin profesional dengan tidak memanfaatkan sentimen kedaerahan dan gaya arogan dalam menyelesaikan masalah. “Intinya berbagi kaplingan rejeki, bersama meningkatkan profesionalisme, termasuk dalam hal menerapkan no service no pay, dan itikad baik menyelesaikan setiap konflik,” ungkapnya. (rid/***)