Asosiasi Depo Petikemas Kosong Indonesia (Asdeki) kedepan perlu mempertimbangkan adanya satu system dalam pelayanan depo yang saling terintegrasi dengan shipping line/principal, pemilik barang, trucking, pelabuhan, bea cukai, dan lainnya untuk memudahkan control serta efisiensi.
Ketua Dewan Pembina Asdeki DR. Sungkono Ali menyampaikan hal itu dihadapan para peserta rapat kerja wilayah (Rakerwil) Asdeki DKI Jakarta, di bandung kemarin (11/8).
Pentingnya system yang mesti dibangun oleh usaha depo empty ini, kata Ketua Kadin Jakarta Utara ini, karena sekarang era system online digital sudah menjadi kebutuhan semua kalangan usaha maupun masyarakat luas.
Apalagi dalam menghadapi competitor asing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Tol Laut & Poros maritime yang menjadi porsi depo container kosong. “Penting SDM usaha depo empty mendapat pelatihan-pelatihan dalam rangka menghadapi MEA dan peluang Poros Maritime,” ujar dia.
Sungkono Ali juga mengingatkan kepada Asdeki supaya melakukan check ulang semua kerjasama dengan pihak lain sudah sejauh mana kondisinya saat ini dan perlu dievaluasi, kemudian dapat menjalin kemitraan baru yang terkait dengan kegiatan depo container kosong.
Ditanya Ocean Week tentang Permenhub No. 83/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Depo Petikemas, revisi Kemenhub No. 74/2008, Sungkono Ali menyatakan pihak Kemenhub sekarang dalam proses minta masukan dari asosiasi dan instansi terkait. “Kalau ada yang kurang tepat karena tidak mengakomodir usulan Asdeki, maka sekarang dapat mengusulkan kesana sebagai masukan (Kemenhub-red). Tetapi jika ada revisi Permenhub paling baru bisa dilakukan setelah berlaku minimal satu tahun atau pada saat diadakan sosialisasi atas Permenhub tersebut,” ungkapnya. (ow)