Pelayaran yang berkegiatan di pelabuhan Pangkalbalam protes ke Pelindo II mengenai tagihan biaya pandu tunda yang faktanya tak pernah ada layanan.
“Kami keberatan dengan tagihan biaya pandu tunda yang pada kenyataannya tak ada layanannya,” kata Munif (akrab dipanggil Ujang) dari pelayaran Bukit Merapin kepada Ocean Week, Rabu pagi.
Apalagi, ujarnya, masalah tarif pandu tunda di Pangkalbalam ini belum ada kesepakatan dengan INSA, tapi pihak Pelindo II Pangkalbalam sudah menagihnya.
Ujang mencontohkan, di pelabuhan Jambi juga hampir sama dengan di Pangkalbalam, namun Pelindo disana memberi kebijakan apabila tak ada layanan pandu tunda maka tak ada tagihan ke pelayaran.
“Apalagi untuk di Pangkalbalam jaraknya sangat jauh, dari boui ke pelabuhan Pangkalbalam bisa 10 jam,” ungkap Ujang.
Dia menyatakan bukan pelayaran tak mau adanya layanan pandu tunda, tapi mesti dibicarakan lebih dulu, berapa tarifnya, aturannya bagaimana. “Jangan tau-tau langsung datang tagihan untuk itu, kan kalau tak ada layanan tapi ada tagihan bayar itu namanya apa,” ucap Ujang setengah bertanya.
Sementara itu, ketika masalah ini Ocean Week konfirmasikan kepada Izuar (KSOP Pangkalbalam), hingga berita ini ditulis belum memberi tanggapan.
Seperti diketahui bahwa pihak Pelindo II Pangkalbalam mengaku dirugikan akibat pelayaran tak mau membayar jasa pandu tunda.
Padahal menurut General Manager Pelindo II Pangkalbalam Nofal Hayim, ada sebanyak 593 kunjungan kapal dari 1 Januari sampai 30 September 2020, tak mau menggunakan jasa pandu dan jasa tunda dari Pelindo II.
“Ketika mendengar info itu saya agak sedikit tersentak kenapa bisa terjadi. Padahal menggunakan jasa pandu dan tunda itu perintah Permenhub dan kami Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan shipping line pengguna jasa tahu persis aturan itu,” ujar Nofal kepada wartawan, Selasa malam (6/10) di Bangka.
Ada 7 perusahaan pelayaran, menurut Nofal, tak mau menggunakan jasa pandu, tunda, tambat dan air kapal.
“Akibat 7 perusahaan pelayaran tersebut Pelindo kehilangan pendapatan dan dirugikan berkisar Rp 4 miliar,” ungkapnya.
Meski begitu, pihaknya tetap berupaya agar ketujuh pelayaran tersebut bersedia membayarnya, dan ini terus dalam pembahasan. (***)