Pelayaran yang memiliki window agreement di terminal pelabuhan Tanjung Priok mengancam akan memindahkan kapalnya ke dermaga lain dan mengurangi muatan ke Jakarta untuk mengurangi kerugian akibat rencana mogok yang akan digelar serikat pekerja (SP) di dua terminal.
“Karena ini telah berlangsung bertahun-tahun maka kami minta pemerintah turun dan mengambil tindakan tegas, apalagi ini telah dapat menghambat program pemerintah menjadikan Jakarta transhipment,” kata Capt. Supriyanto, Sekretaris DPC INSA Jaya kepada Ocean Week, Sabtu (6/5) pagi.
Menurut manager di Pelayaran Samudera Indonesia ini, dengan mogok kerja akan mempengaruhi dwelling time karena operasional pasti slow down, receiving delivery, serta kegiatan ekspor juga terganggu. “JICT dengan volume 2,8 juta TEUs yang ditangani akan berdampak sangat besar terhadap perekonomian nasional jika terjadi mogok, mogok dan mogok. Sebab 40% kegiatan ekspor impor nasional lewat JICT. Karena itu kami minta pemerintah turun tangan,” ungkapnya.
Supriyanto berharap supaya pemerintah mempercepat program pembangunan pelabuhan lain, apakah NPCT2, Patimban sebagai alternatif, sehingga pelayaran banyak pilihan berkegiatan. “Pelayaran sebagai customer seharusnya tidak dirugikan dengan adanya mogok kerja, karena aksi itu dapat membuat kapal delay berkepanjangan,” ucapnya.
Sebagai pelayaran dan pengurus INSA, Supriyanto mengucapkan terimakasih atas surat dari manajemen TPK Koja yang komit untuk memberikan layanan dan tidak akan mogok.
Seperti diketahui bahwa General Manager TPK Koja Ade Hartono telah menandatangani surat bersama Ketua Umum SP TPK Koja Joko Suprayitno pada tanggal 5 Mei 2017 yang ditujukan kepada semua pelanggan dan pengguna jasa terminal ini.
Dalam surat itu disebutkan bahwa manajemen dan seluruh pekerja TPK Koja komit dan akan selalu memberikan pelayanan prima kepada seluruh pelanggan dan pengguna jasa. “Kami sangat mengapresiasi atas kepercayaan yang telah diberikan kepada TPK Koja dalam melayani kegiatan bongkar muat kapal dan kegiatan di lapangan penumpukan, karena itu layanan di terminal ini tetap berjalan normal, kondusif dan tidak ada rencana aksi mogok kerja,” kata Ade Hartono.
Sebelumnya isu ancaman mogok kerja dilontarkan Pekerja pelabuhan yang tergabung dalam serikat pekerja terminal peti kemas (SPTPK) Koja. Rencana aksi ini dilakukan setelah sebelumnya pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyatakan akan melakukan aksi mogok pada 15-20 Mei 2017.
Ketua Umum Serikat Pekerja TPK Koja, Joko Suprayitno dan Sekretaris Umum M.Susrya Buana melalui suratnya Nomor:244/SP-TPKK/E/V/17 tanggal 5 Mei 2017, menyebutkan terdapat dua alasan krusial yang memicu aksi mogok pekerja pada salah satu terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan Priok itu.
Surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja itu ditujukan kepada General Manager TPK Koja dan ditembuskan kepada Direksi Pelindo II, Direktur Hutchison Port Indonesia (HPI), Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Pelabuhan Tanjung Priok dan Sudinakertrans Jakarta Utara.
“Sejumlah pengguna jasa dan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok juga sudah menerima surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja yang akan di lakukan pada 15-20 Mei 2017 tersebut,” ujar Ketua TPK Koja Joko Suprayitno dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (5/5/2017).
SPTPK Koja menyatakan, mogok itu dilakukan karena dimasukkannya rental fee ke dalam perhitungan Jaspro/Bonus 2016 KSO TPK Koja sehingga hak para pekerja mengalami penurunan signifikan. Ia juga menambahkan selain itu belum dilaksanakannya upaya peningkatan hubungan pelanggan sesuai dengan berita acara kesepakatan bersama No: UM.339/27/4/2/PI.II-17 dan No: 114/SKB-HPI/IV/17 tanggal 27 April 2017 antara Pelindo II dengan Direksi HPI.
Pemberitahuan mogok kerja pada 15-20 Mei 2017 juga sudah dilayangkan sebelumnya oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melalui suratnya No:SPJICT/PBT/11/IV/2017 tanggal 28 April 2017. (***)