Sekarang banyak pejabat Negara latah. Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyorot dwelling time di pelabuhan, semua institusi yang terkait ramai-ramai untuk menyelesaikannya.
Bahkan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, sepontan melakukan berbagai koordinasi dengan sejumlah instansi, dan memanggil direksi pelindo 1-4. Pertanyaannya kenapa memperbaiki sebuah system mesti harus menunggu teguran sang atasan. Padahal kasus dwelling time di pelabuhan sudah terjadi cukup lama. Ini terkesan ‘hangat-hangat tai ayam’. Mestinya kalau memang semua (pemerintah-swasta) mau, pasti bisa dengan mudah menemukan solusinya.
Tapi, yang terjadi di lapangan, selama ini para instansi itu terkesan berjalan sendiri-sendiri atas nama undang-undang. Bea Cukai dengan sistemnya sendiri, perhubungan begitu juga, Pelindo pun demikian, apalagi karantina. Makanya, menyelesaikan sebuah masalah tak cukup dengan waktu hitungan bulan, butuh tahunan.
Minggu (18/9) siang, di Jakarta, Menhub bertemu Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi, setelah sebelumnya berjumpa Pelindo dan Kepolisian. Budi menyatakan, pertemuan dengan Bea Cukai membahas mengenai simplikasi aturan pemeriksaan barang terhadap satu perusahaan yang melakukan bongkar muat. Misalnya, ada satu perusahaan yang telah berulang-ulang mendatangkan barang yang sama namun harus diperiksa tiap kali bongkar muat. “Kita simplikasi saja, begitu satu pabrik tidak perlu diperiksa lagi. Itu salah satu efisiensinya,” jelasnya.
Sementara itu Heru Pambudi mengatakan, masalah dwelling time di pelabuhan terjadi karena banyaknya perizinan pada tiap-tiap instansi pemerintah (Ditjen Bea Cukai, BPOM, Badan Karantina dan BKPM).
“Jika semua izin disatukan maka proses dwelling time akan semakin cepat. Hal ini diyakini dapat menekan rata-rata waktu dwelling time di seluruh pelabuhan Indonesia sekira 3,2 hari hingga 3,7 hari,” katanya di Hotel Borobudur, Jakarta.
Menurut Heru, sejak Indonesia Single Risk Management berjalan beberapa waktu, dwelling time di tiap-tiap instansi sudah berkurang. Misalnya Karantina, waktunya sudah berkurang satu hingga dua hari, BPOM dari 5,5 hari menjadi 2,5 hari, termasuk BKPM yang menurunkan dwelling time dari 5,27 hari jadi 0,5 hari.
Heru Pambudi menuturkan, salah satu cara mengefisiensikan dwelling time di Tanjung Priok adalah menggeser penumpukan barang ke hub and spoke yaitu Pusat Logistik Berikat (PLB). Dengan langsung ke PLB maka pelabuhan tidak perlu melakukan pemeriksaan dokumen fisik karena semua di-forward ke logistik, dan ini akan mempercepat dwelling time. “Di Priok clearance time atas barang ke PLB angkanya sampai 1,02 hari,” ujarnya. (***)