Sebagai Negara dengan laut terbesar di dunia serta memiliki potensi sumber daya laut yang juga besar, Indonesia belum menikmati sebagai Negara maritime. Jika dibandingkan dengan Negara Singapura yang tak mempunyai kekayaan sumber daya alam seperti Indonesia, dapat menjadi Negara yang berhasil mengelola keminiman sember daya lautnya.
Kata Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Kemaritiman RI Arif Havas Oegroseno pernah mengungkapkan bahwa Indonesia berkomitmen menjadi negara maritim yang kuat guna mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD). Karena, tutur Arif, Tanpa menjadi menjadi negara maritim yang kuat, mustahil kita dapat mewujudkan visi Indonesia sebagai PMD.
“Negara maritim lebih kepada pemanfaatan jalur laut, bukan kepada isi laut. Singapura, contohnya. Dia tidak memiliki laut, tidak memiliki sumber daya kelautan. Tetapi Singapura menjadi salah satu dari 12 negara maritim terbesar di dunia, antara lain karena pelabuhan yang dimiliki, infrastruktur maritim yang dimilikinya,” ungkap Arif Havas.
Sebagai mana diketahui, pada peringatan Hari Maritim Nasional yang jatuh pada 21 Agustus 2016 kemarin, ada dua moment penting yang dilakukan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yakni meresmikan pembukaan Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba, dan sehari sebelumnya juga meresmikan groundbreaking pengembangan pelabuhan Sibolga di Sumatera Utara.
Peringatan Hari Maritim Nasional harus menjadi momentum menumbuhkembangkan industri pelayaran nasional. “Namun peringatan Hari Maritim Nasional tidak dapat diartikan hanya sebatas simbolik penanggalan, melainkan perlu diisi dengan kerja serius baik pemerintah dan pelaku usaha untuk mendorong pertumbuhan industri pelayaran nasional yang berdaya saing,” kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, di Jakarta (21/8) kemarin.
Kata Carmelita, Hari Maritim Nasional harus menjadi momentum untuk lebih mendorong industri pelayaran nasional menjadi kekuatan ekonomi baru.
Penetapan Hari Maritim Nasional ini terkait tentara laut Indonesia yang berhasil merebut kekuatan laut dari tentara Jepang pada 21 Agustus 1945.
Dalam perkembangannya, kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perhubungan ini, industri maritim nasional telah mengalami banyak perkembangan sejak pemberlakuan asas cabotage dengan diterbitkannya Inpres No 05/2005 tentang Pemberdayan Industri Pelayaran Nasional.
Tercatat sejak 2005 hingga 2014, pertumbuhan jumlah kapal nasional mencapai 134% menjadi 14.150 unit dan sebanyak 99,2% kegiatan angkutan laut dalam negeri sudah diangkut kapal-kapal niaga nasional.
“Namun demikian, pertumbuhan industri pelayaran nasional juga perlu didorong dengan pemberian insentif fiskal dan moneter yang setara dengan negara Asean lain,” katanya.
Beberapa beban fiskal dan moneter yang masih memberattkan perusahaan pelayaran nasional antara lain, pengenaan PPN atas penyerahan BBM kapal dalam negeri, pengenaan PPN atas reparasi kapal dan pengenaan bunga pembiayaan atau perbankan sebesar 13% hingga16%.
Diharapkan, pemberian insentif fiskal dan moneter terhadap perusahaan pelayaran nasional yang setara dengan negara Asean lainnya akan meningkatkan daya saing industri pelayaran dalam negeri di era (MEA) Masyarakat Ekonomi Asean. (ow)