Para importir di Jawa Tengah (Jateng) menyesalkan terhadap sikap KSOP Tanjung Emas Semarang maupun ALFI Jateng & Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY), karena tidak melakukan tindakan atas kesewenang-wenangan oknum Forwarder yang mengenakan biaya tinggi untuk jasa pengiriman cargo LCL.
Padahal, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jateng sudah pernah berkirim surat kepada Kepala KSOP Tanjung Emas dan Ketua ALFI Jateng & DIY. Tetapi hingga sekarang belum ada jawaban apapun.
Melalui suratnya tertanggal 29 November 2019 lalu, Budiatmoko (Ketua GINSI Jateng) dan Wahyudi Panca R (Sekretaris), meminta supaya keduanya (Kepala KSOP Tanjung Emas dan Ketua ALFI Jateng) dapat memberi solusi sekaligus menertibkan biaya hadling impor khusus shipment cargo LCL.
“Kami minta supaya kedepannya tak ada lagi biaya local chargers yang sangat tinggi dan tidak masuk akal, sehingga menghidari biaya logistik mahal sebagaimana keinginan pemerintah maupun semuanya,” katanya kepada Ocean Week, di Jakarta, usai pengukuhan pengurus BPP GINSI, Rabu siang (11/12).
Budiatmoko juga memberikan contoh, anggotanya terpaksa membayar total Rp 28,6 juta hanya untuk satu kontainer LCL, dengan rincian tagihan CFS Chargers Rp 6,2 juta, DO Fee Rp 456 ribu, Doc fee Rp 456 ribu, pecah pos Rp 456 ribu, agency fee Rp 608 ribu, handling fee Rp 76 ribu, THC Rp 6,8 juta, Surveyor Rp 380 ribu, dan mechanic dan stripping Rp 13,1 juta.
“Jadi sekali lagi kami minta supaya pemerintah atau yang berwenang dapat menertibkan hal-hal tersebut terhadap oknum-oknum forwarder, agar high cost logistik tak terjadi lagi, terutama di Jawa Tengah,” ungkap Budiatmoko.
Sementara itu di Jakarta, prilaku serupa juga kerap dialami importir. Bahkan Ketua Umum GINSI Capt. Subandi pernah juga menceritakan kepada Ocean Week mengenai hal seperti itu. “Pokoknya tarif yang dikenakan oleh oknum forwarder untuk biaya LCL aneh-aneh. Padahal terkadang tidak ada layanan namun ditarik juga. Kan mestinya no service no pay,” katanya menjawab Ocean Week.
Capt. Subandi pun ingin supaya pemerintah menertibkan prilaku oknum-oknum yang memanfaatkan hal ini, supaya biaya logistik nasional tidak mahal.
Ketua ALFI DKI Jakarta Adil Karim yang dimintai komentar mengenai mahalnya tarif LCL itu, juga menginginkan supaya pemerintah (OP Tanjung Priok) segera menertibkan hal ini. “Kami yang jadi ‘kambing hitam’ terus, kesan di masyakarat ALFI mendukung ini, padahal tidak sama sekali, kamipun ingin oknum-oknum forwarder itu ditindak,” tegas Adil Karim.
Salah satu pelaku forwarder yang dihubungi Ocean Week mengenai tingginya biaya untuk LCL ini menyatakan akan mensurvey ke Semarang, apakah benar informasi yang dia terima tersebut. “Saya akan survey ke Semarang, nanti saya kabar balik ya,” kata Santo, owner PT Gatway menjawab Ocean Week.
Sedangkan Kepala KSOP Tanjung Emas Wahid dan Ketua ALFI Jateng Ariwibowo, yang dikonfirmasi sehubungan dengan masalah tersebut, hingga berita ini ditulis belum memberi jawaban. (***)