Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) mencatat tahun 2020 merupakan masa suram buat pelaku usaha importasi.
Itu kata Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI kepada Ocean Week, saat ditanyai mengenai aktivitas importasi selama tahun ini.
Menurut catatan BPS, ujar Subandi, total kegiatan ekspor Indonesia mencapai 14.391 juta dollar Amerika, sedangkan kegiatan Impor Indonesia mencapai 10.785 juta dollar Amerika per Oktober 2020. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, tahun ini terjadi penurunan sebesar 3,29 persen untuk kegiatan ekspor dan 26,93 persen untuk kegiatan impor.
Secara kumulatif, nilai impor Indonesia sejak Januari hingga Oktober 2020 sebesar US$ 114.465 juta atau turun 19,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Capt. Subandi menceritakan bagaimana importasi mulai terhalang dengan munculnya musibah pandemic covid.19 yang berasal dari Wuhan China pada akhir 2019.
“Banyak barang yang sudah dipesan tertunda kedatangannya karena Wuhan yang merupakan salah satu wilayah industry dan pelabuhan di negri china melakukan Lock Down (menutup/isolasi diri) yang berakibat pada tidak beroperasinya pabrik-pabrik dan juga perkantoran-perkantoran,” ungkap mantan anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Nasdem itu, di Jakarta.
Dia melanjutkan ceritanya, akibat musibah itu, barang-barang yang selama ini di import dari China melalui Wuhan, baik yang berupa bahan baku, barang modal maupun barang konsumsi rumah tangga terhenti total hingga akhir tahun 2019 dan awal tahun 2020. Akibatnya sebagian industry dalam negeri menurunkan produksi, begitu juga usaha trading mulai tidak bisa memenuhi permintaan.

“Situasi seperti ini semakin buruk ketika wabah corona mulai menyebar ke beberapa Negara sekitarnya seperti Korea Selatan, Jepang, India dan sebagainya,” ujarnya prihatin.
Ketua Umum GINSI inipun meneruskan ceritanya, setelah Pemerintah China secara perlahan dapat mengatasi pandemic Covid.19 di negaranya termasuk Wuhan, beberapa komoditas yang sempat terganggu pengirimannya mulai berdatangan ke Indonesia dan puncaknya di bulan April 2020 lalu.
Namun demikian, katanya, dampak penurunan produksi dan tidak terpenuhinya kebutuhan barang modal dan konsumsi telah menurunkan daya beli masyarakat dan sektor usaha lainya.
Akibatnya, tutur Subandi, sebagian perusahaan mengambil kebijakan mengatur jam dan waktu kerja karyawan.
“Dan kemudian, perlahan tapi pasti, Covid.19 mulai masuk ke Indonesia diawal tahun 2020,” katanya.
Pemerintah Indonesia yang tadinya sedikit santai dan tenang mulai membuat kebijakan untuk antisipasi penyebaran yang lebih masif dan meluas dengan melarang dan membatasi beberapa perkantoran atau tempat usaha yang berakibat pada merumahkan dan mengistirahatkan beberapa karyawanya.
Situasi ini merupakan babak kedua dari sulitnya melaksanakan kegiatan importasi karena kemudian berubah persoalanya ada di dalam negeri Indonesia (hasil produksi Industri dalam negeri dan barang-barang konsumsi lainya tidak terserap secara maksimal), hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan daya beli masyarakat.
“Kebijakan pemerintah melalui kementerian perdagangan dan pertanian yang tidak sinkron juga sempat membuat pelaku usaha importasi untuk beberapa produk pertanian seperti bawang putih dan lainya mengalami ketidak pastian,” ungkapnya lagi.
Begitu juga kebijakan pelarangan dan pembatasan atas beberapa produk atau komoditas seperti baja tertentu, teksti, elektronik dan lainya membuat beberapa pelaku usaha importirtasi stop aktifitas.
Menurut Capt. Subandi, selama tahun 2020 juga, pemerintah belum bisa menjadi wasit bagi para penyedia dan pengguna shipping line (Importir) terutama soal pengutipan uang jaminan Petikemas dan biaya-biaya yang tidak ada pelayanannya seperti Equipmen handling Surcharges ( EHS ), Equipmen handling cost ( EHC ), Equipmen handling maintenance ( EHM ) dan lainnya yang menimbulkan biaya logistic semakin tinggi.
Disektor pelayanan, jelasnya, seperti Join survey petikemas yang wajib periksa karantina dan custom (Single Submision) bukanya semakin mudah tapi semakin birokratif karena melibatkan Kementerian Perdagangan, custom, Karantina dan INSW (Indonesia National single window).
Subandi berharap, di tahun 2021 perekonomian dapat kembali berangsur normal, beberapa kebijakan yang membatasi, menahan, dan birokratif arus dicabut dan atau di evaluasi kembali.
“Pemerintah harus tegas melarang pengutipan uang jaminan oleh agen pelayaran asing dan mendorong agar menggunakan asuransi, mengingat agen pelayaran asing tidak menyimpan uangnya di dalam negri tetapi disetorkan ke principle nya di luar negri,” pinta Subandi.
Uang jaminan tersebut, tegas dia, pengembaliannya sering lama bahkan bisa berbulan-bulan dengan alasan belum dikirim balik ke agen.
Selain itu, Subandi pun minta agar meniadakan biaya-biaya yang tidak ada pelayanannya karena itu masuk katagori PUNGLI (pungutan liar).
“Pemerintah Indonesia harus punya kewibawaan dalam mengatur perusahaan-perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha di dalam negri Indonesia termasuk agen-agen perusahaan pelayaran asing,” tutup Capt. Subandi mengakhiri catatan akhir tahun 2020 yang masih buram. (***)