Lebih kurang setahun pandemi covid-19 melanda Indonesia, selama itu pula hampir semua usaha terdampak, termasuk galangan kapal.
Bahkan jauh sebelum virus ini menerpa bumi Nusantara ini, usaha galangan kapal juga sudah ‘kembang kempis’. Apalagi setelah pemerintah memutuskan menyetop pembuatan kapal untuk program tol laut dan lainnya, praktis banyak galangan kapal yang mulai merana, dan tak sedikit yang tutup.
Nasib kurang menguntungkan bisnis galangan kapal ini juga diakui Tjahyono Roesdianto, pengamat galangan kapal, saat dimintai komentarnya oleh Ocean Week, Selasa pagi (2/3/2021).
“Kondisi galangan kapal nasional saat ini memang kurang beruntung karena di tahun 2020 relatif hampir tidak ada order pembangunan kapal baru, yang ada hanyalah penyelesaian order pembangunan kapal baru yang sudah di terima di tahun-tahun sebelumnya,” kata Tjahyono mengawali obrolannya.
Mantan Ketua Umum Iperindo ini menampik jika ada pernyataan banyak usaha galangan kapal yang kolaps. “Kalau banyak galangan kolaps juga kurang tepat, bahkan saya belum dengar ada galangan tutup, karena untuk survive mereka fokus pada kegiatan usaha reparasi / docking kapal,” ujarnya lagi.
Dia mengungkapkan, walaupun kegiatan usaha tersebut berkurang karena ada ketergantungan dengan kemampuan pelanggannya yaitu pelayaran dan pemilik kapal. Namun masih tetap mampu bertahan.
Mantan Dirut PT Dok Perkapalan Surabaya (DPS) ini berharap program-program pengadaan kapal dari pemerintah maupun BUMN sebagaimana peran pemerintah dan BUMN disektor lain sebagai penggerak stimulus ekonomi nasional tetap di jalankan sehingga tetap terjadi gerakan ekonomi yang multi plier effectnya di industri perkapalan nasional baik galangan maupun industri komponen terus bergulir.
“Sudah tentu keberpihakan pada produk dalam negeri di kedepankan, percuma saja sebagai stimulus ekonomi kalau belanja impor juga, yang menikmati orang asing, bukan bangsa sendiri,” tegasnya.
Menurut Tjahyono, stimulus ekonominya juga diharapkan di barengi dengan relaksasi di sektor perpajakan dan bea yang sekarang dinikmati sektor otomotif dan infrastruktur, mengingat kapal dan galangan kapal diharapkan sebagai infrastruktur sebagaimana pelabuhan dan sekaligus alat transportasi sebagaimana mobil.
Catatan yang diperoleh Ocean Week menyebutkan jumlah galangan kapal dunia yang tutup karena merosotnya proyek pembangunan kapal baru sejak 2013 lalu berjumlah 240 unit, dengan total kapasitas berkisar 16 juta combined gross tonnage (CGT).
Ada yang memprediksi ratusan lagi galangan kapal akan tutup dalam tahun-tahun mendatang.
Menurut Siswanto Rusdi (pengamat kemaritiman) berdasarkan data yang dihimpun oleh Danish Ship Finance disebutkan saat ini, total kapasitas galangan dunia mencapai 56 juta CGT yang tersebar di 281 galangan kapal di berbagai negara.
Diperkirakan, nantinya hanya menyisakan sekitar 64 galangan. Kelompok ini merupakan galangan besar pemain divisi utama yang menguasai lebih dari 75% pesanan kapal baru secara global.
Kemudian sejumlah 217 galangan merupakan pemain dibawahnya dan diperkirakan juga segera tutup karena tak ada lagi pesanan pembuatan kapal.
Pada 2021, sekitar 106 galangan dari kluster ini yang berkapasitas total 16 juta CGT diprediksi tidak akan punya pesanan lagi. Dan sebanyak 114 unit (dari 217 galangan) dengan total kapasitas mencapai 7,5 juta CGT, tengah berupaya menyelesaikan pesanan terakhirnya. Sekitar 45 unit di antaranya merupakan galangan kapal Jepang.
Siswanto juga menyatakan galangan kapal di Indonesia nasibnya bisa jadi lebih parah.
Sekitar 250 galangan kapal di negeri ini pun terseok-seok. Kondisi mereka sempat membaik pada periode 2015 hingga 2017, saat pemerintah memesan berbagai macam kapal untuk berbagai kebutuhan.
Sebab, selama kurun waktu itu, sebanyak 100 kapal tipe coaster dipesan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan untuk program tol laut.
Selain itu juga memesan 10 kapal navigasi dan 73 kapal patroli.
Tetapi, setelah kurun waktu tersebut, pemerintah menstop pesanan kapal. Karena itu, galangan kapal lebih banyak menerima pekerjaan reparasi (docking).
Bagaimana nasib galangan kapal nasional dimasa depan jika kondisinya terus begini. Pasti ribuan sampai puluhan ribu orang pekerjanya terdampak, bahkan bisa ter-PHK.
Apakah hal ini juga terpikirkan oleh para pemangku kuasa saat ini. Apa yang mesti dilakukan untuk menyelamatkan usaha galangan kapal, sebab usaha ini menjadi salah satu bagian yang mendukung kelangsungan hidup pelayaran. (**)