PT Pelindo IV terus berupaya mewujudkan direct call dan direct export melalui berbagai pelabuhan yang dikelolanya. Direct call sudah dilakukannya sejak 5 Desember 2015, dan direct export dari pelabuhan Pantoloan, Palu maupun pelabuhan Jayapura, Papua langsung ke luar negeri melalui Makassar.
“Upaya itu kami [Pelindo IV-red] lakukan untuk meningkatkan konektivitas domestik dan menekan disparitas harga yang sebelumnya begitu tinggi antara barat dan timur Indonesia,” kata Dirut Pelindo IV Doso Agung, pada Kongres Infrastruktur Maritim bertajuk Dukungan Infrastruktur Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, di Makassar, kemarin. Hadir pada kesempatan itu Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan.
Doso Agung memaparkan, Kawasan Timur Indonesia sangat kaya akan komoditas unggulan. “Selama ini luar negeri mengenalnya sebagai barang atau produk dari Surabaya atau Jakarta karena pengirimannya melalui Tanjung Perak maupun Tanjung Priok. Tapi sejak Desember 2015, produk unggulan dari KTI sudah bisa dikirim langsung ke luar negeri via Makassar,” ujarnya.
Menurut mantan GM TPK Koja itu, tadinya orang tak yakin, pengiriman langsung ke luar negeri via Makassar. “Namun akhirnya, Pelindo IV bisa membuktikan bahwa semua itu bisa dilakukan,” ungkapnya optimis.
Doso Agung mengaku tak henti-hentinya meyakinkan para kepala daerah di KTI untuk turut serta mensukseskan upaya yang ia lakukan, yakni dengan cara mengumpulkan komoditas unggulan masing-masing daerah dan kemudian dikirim langsung ke luar negeri.
“Bersyukur akhirnya kami dapat meyakinkan para kepala daerah. Misalnya dari Makassar ada rumput laut, udang, ikan beku, plywood, biji mete, cokelat, dan lain-lain (kurang lebih ada 50 komoditas) dengan negara tujuan ekspor ke China, Jepang, Korea, Filipina dan Thailand,” ucapnya.
Lalu dari Palu, ada kelapa, dengan negara tujuan ekspor ke Haiko, China dan Thailand. Dari Sorong dan Jayapura ada kayu merbau, dengan negara tujuan ekspor ke China, Jepang dan Korea.
Dari Samarinda ada Playwood, diekspor tujuan Korea dan Jepang. Dari Bitung ada ikan, tujuan ekspor China, Jepang dan Korea. Sedangkan dari Maluku ada rempah-rempah, ikan, udang dan rumput laut, dengan negara tujuan China, Jepang dan Korea.
Kata Doso Agung, dengan terbangunnya konektivitas melalui laut, otomatis disparitas harga antara timur dan barat pun perlahan menyusut, disusul dengan harga barang ditingkat konsumen yang juga menurun, sehingga menggairahkan kembali daya beli masyarakat.
Dari data yang ada, untuk harga semen di Wamena, Papua yang semula Rp500.000 per sak, kini bisa dinikmati konsumen dengan harga Rp300.000 per sak atau mengalami penurunan harga sebesar 40%. Begitu juga dengan harga beras di Sorong yang semula Rp13.000 per kg, kini tinggal Rp10.500 per kg atau turun harga sebesar 20%.
Doso Agung mengatakan, berbagai upaya yang telah dilakukan itu [konektivitas dengan direct call dan direct export] sudah dilaporkan kepada Menteri BUMN, Rini Soemarno, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan dan pihaknya mendapat apresiasi dari ketiga menteri tersebut.
“Semua upaya itu merupakan bagian dari “BUMN Hadir untuk Negeri”, yaitu direct call dan direct export untuk pelayaran internasional serta konektivitas domestik untuk menekan disparitas harga,” tegas Doso. (humpl4/**)