Sekitar 98% kapal rakyat anggota Pelra sudah menggunakan atau memasang Automatic Identification System (AIS) kelas B yang diterapkan penuh pada tanggal 20 Februari 2020 lalu.
“Karena AIS menjadi kewajiban, para anggota Pelra harus mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah (Kemenhub). Saat ini sudah 98% kapal rakyat yang memasang AIS, karena jika nggak pasang AIS bisa nggak jalan itu kapal,” kata Sudirman Abdullah, Ketua Umum DPP Pelra, kepada Ocean Week, Selasa (3/3) di Jakarta.
Dari 2000-an kapal Pelra yang ada, hamper semua sudah terpasang AIS. “Yang belum pasang, mungkin karena masih docking, atau belum jalan kapalnya,” ungkapnya lagi.
Menurut Sudirman, kalau kapal tak dipasang AIS, akan rugi sendiri, karena kapal dipastikan tidak boleh berangkat dari pelabuhan. “KSOP/KUPP pasti nggak akan memberikan SIB kepada kapal tersebut, sebab tak pasang AIS, lagi pula takut juga kalau tak pasang AIS bisa ditangkap keamanan,” ucap Sudirman.
Dia juga mengakui, bahwa dengan memasang AIS, posisi kapal dapat terdeteksi keberadaannya. “Kita jadi tahu kapal kita sedang berada dimana, bisa terpantau,” katanya.
Seperti diketahui, mulai tanggal 20 Februari 2020 lalu, penggunaan Automatic Identification System (AIS) kelas B, full diterapkan.
Bagi kapal-kapal yang tidak memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B saat berlayar di wilayah perairan Indonesia akan dikenai sanksi penundaan berlayar.
Sementara untuk AIS Kelas A sudah terlebih dahulu diberlakukan sejak tanggal 20 Agustus 2019.
Sedangkan bentuk sanksi administratif yang dikenakan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 58 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia.
Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan menyebutkan, bagi kapal berbendera Indonesia yang tidak melaksanakan kewajiban memasang dan mengaktifkan AIS akan dikenai sanksi administratif berupa penundaan keberangkatan kapal oleh Syahbandar sampai dengan terpasangnya AIS di atas kapal. Sedangkan bagi Nakhoda kapal berbendera Indonesia yang selama pelayaran tidak mengaktifkan AIS atau tidak memberikan informasi yang benar pada AIS akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan sementara sertifikat pengukuhan (Certificate of Endorsement (COE)).
“Sanksi administratif berupa pencabutan sementara sertifikat COE dikenakan paling lama 3 bulan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut setelah rekomendasi dari Syahbandar,” katanya.
Namun, ungkap Hengki, pihaknya akan mengevaluasi kembali jalannya AIS, setelah penerapan peraturan itu. “Kami juga akan mengevaluasilagi jalannya implementasi AIS,” kata Hengki kepada Ocean Week, disela HUT KPLP di Tanjung Priok, baru-baru ini.
Hengki juga menjelaskan bahwa sanksi juga berlaku bagi kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia. Jika ada kapal asing yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut maka akan dikenai sanksi sesuai dengan konvensi internasional atau ketentuan yang mengatur mengenai Port State Control (PSC).
“Kewajiban pemasangan AIS untuk setiap kapal yang berlayar memang harus diberlakukan. Selain untuk mempermudah pendeteksian kapal, pemasangan AIS di kapal yang sedang berlayar juga untuk meningkatkan jaminan keselamatan pelayaran,” tegasnya.
Menurut Mantan Kabiro Humas Kemenhub, untuk penegakan aturan tentu diperlukan pengawasan secara proaktif oleh Kementerian Perhubungan agar penerapan implementasi peraturan tersebut dapat berjalan dengan optimal. Dalam hal ini, Menteri Perhubungan melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pemasangan dan pengaktifan AIS. Lebih lanjut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut juga telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KP.176/DJPL/2020 tentang Standar Operasional Prosedur Pengenaan Sanksi Atas Pelanggaran Kewajiban Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Berbendera Indonesia, sebagai dasar para petugas di lapangan untuk melaksanakan penegakan aturan terkait dengan kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS tersebut.
“Dalam pelaksanaanya di lapangan, pengawasan penggunaan AIS dilakukan oleh petugas stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan kapal, pejabat pemeriksa kelaiklautan dan keamanan kapal asing, dan petugas kapal patroli penjagaan laut dan pantai. Selanjutnya, jika ditemukan AIS yang tidak aktif, agar para petugas segera menyampaikan informasi tersebut kepada Syahbandar,” ungkapnya.
Ketua Pelra Sunda Kelapa Abdullah saat dihubungi Ocean Week, menyatakan jika mayoritas anggota pelayaran rakyat di Sunda Kelapa sudah memasang AIS kelas B pada kapalnya.
“Sudah semua kapal anggota Pelra disini pasang alat AIS,” katanya. (***)