Kondisi angkutan penyeberangan di Indonesia sampai sekarang dinilai semakin memprihatinkan, semakin banyak perusahaan yang tidak bisa membayar gaji tepat waktu, bahkan terpaksa harus gulung tikar ataupun dijual.
Hal itu diungkapkan Ketua Gapasdap Khoiri Soetomo, kepada Ocean Week, Rabu malam (6/8/2024). “Indonesia sudah merdeka 79 tahun, namun tarif untuk kapal penyeberangan belum merdeka, bahkan cenderung diabaikan oleh pemerintah (Kemenhub),” ujarnya.
Menurut Khoiri, tarif yang berlaku saat ini masih tertinggal 31,8 persen dari perhitungan HPP yang telah dihitung bersama-sama antara Kemenhub, Gapasdap, PT ASDP, perwakilan konsumen dan juga Kemenko Marvest.
Apalagi, ungkap Khoiri, kondisi tersebut diperparah dengan kenaikan kurs dollar yang hingga saat ini masih diatas Rp.16.000.
Padahal 70% komponen biaya angkutan penyeberangan sangat dipengaruhi kurs dollar, seperti biaya perawatan, spare part, biaya docking, alat-alat keselamatan dan lain-lain.
Kata Khoiri, perhitungan tarih yang saat ini masih tertinggal 31,8% diatas, dihitung pada tahun 2019, dimana saat itu kurs dollar masih Rp13.391.
“Belum lagi bicara kenaikan biaya UMR setiap tahun, inflasi yang terjadi dari tahun 2019 sampai dengan sekarang. Dan kondisi ini diperparah dengan hari operasi kapal yang rata-rata hanya beroperasi sebanyak 30 persen sampai dengan 40 persen saja setiap bulannya,” katanya.
Kondisi tersebut, jelas Khoiri, akibat kurangnya dermaga dihampir semua lintas penyeberangan komersial.

Hal ini tentu saja akan menyulitkan pengusaha dalam menutup biaya operasional yang ada, terutama fix cost yang tetap muncul ketika kapal tidak beroperasi.
Terkait dengan kondisi tersebut, tegasnya, Gapasdap meminta agar pemerintah segera merealisasikan penyesuaian tarif paling tidak secara bertahap bisa disesuaikan 15%.
“Kami berharap ini tidak ditawar lagi. Karena jika kita lihat, sebenarnya harga tiket penyeberangan yang berlaku dimasyarakat lebih tinggi lagi akibat sistem penjualan ferizy yang tidak dijual oleh PT ASDP secara langsung dan harus melalui calo-calo. Bahkan selisih harganya jauh diatas kenaikan tarif yang kami minta,” ungkap Khoiri.
Menurut Ketua Umum Gapasdap, selama ini tidak ada yang memberantas hal tersebut, sementara kapal penyebrangan harus berjuang menyeberangkan pengguna jasa dengan jaminan keselamatan yang tinggi.
“Kami harus memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujarnya lagi.
Jika memang kenaikan tarif yang Gapasdap usulkan saat ini masih membutuhkan proses, maka sambil menunggu proses tersebut Gapasdap mohon kepada pemerintah untuk dapat memberikan insentif, seperti pembebasan biaya PNBP, pengurangan biaya-biaya kepelabuhanan, seperti yang saat ini dilakukan untuk angkutan udara.
“Padahal fungsi kami selain sebagai alat transport juga sebagai infrastuktur jembatan yang tidak tergantikan,” kata Khoiri.
Untuk diketahui bahwa lintas penyeberangan yang sampai sekarang cukup ramai adalah Merak-Bakauheni, Ketapang-Gilimanuk.
Namun, khusus Merak-Bakauheni, usaha penyeberangan swasta masih harus bertarung dengan ASDP. Dan perusahaan BUMN inilah menjadi salah satu penyebab terpuruknya, usaha penyeberangan swasta. (***)