Semua stakeholder Tanjung Priok ingin lalu lintas kapal dan barang melalui pelabuhan ini lancar.
Mereka juga berharap agar world class port Tanjung Priok benar-benar dapat diwujudkan. Tapi bagaimana merealisasikan semua itu, Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta Adil Karim menawarkan gagasan, salah satunya lewat Terminal Booking Sistem.
“Jadi dengan terminal booking ini, truk-truk yang angkut barang semua dokumennya sudah clear, bisa langsung masuk keluar terminal di pelabuhan tanpa harus mengantre. Tidak seperti saat ini yang masih sering kita lihat, truk masih antre di dalam pelabuhan pada waktu mau masuk terminal,” katanya kepada Ocean Week, di Kantornya, Rabu siang.
Dia mendorong Otoritas Pelabuhan (OP) bisa mewujudkan sistem ini secara online. Mengingat ini seharusnya menjadi domainnya OP sebagai koordinator regulator. “Kepala OP Priok punya wewenang untuk itu, dan harus tegas,” ujarnya lagi.
Ide terminal booking dan tracking truck system ini terpikiran Adil Karim pasca dirinya bersama beberapa pihak di pelabuhan melakukan kunjungan ke pelabuhan Botany Sidney, Australia beberapa tahun lalu. “Disana (pelabuhan Botany) tak ada antrean, karena sistemnya sudah terpadu, terintegrasi antara terminal, truk dan unsur terkait lainnya,” ungkapnya.
Dulu, Adil sejenak mengenang, konsep Terminal Booking & Tracking Truck System, sudah sempat dibahas waktu Pelindo II dipimpin RJ Lino. “Namun sepeninggal Pak Lino, jadi tersendat, dan belum bisa terwujud. Makanya saya dorong OP untuk merealisasikannya,” ucapnya.
Untuk mewujudkan konsep terminal booking, menurut Adil, harus mempersiapkan dua lokasi Buffer area.
“Disisi barat sudah ada yakni di lokasi ex Inggom, untuk sisi timur sebaiknya disiapkan di kawasan berikat Nusantara (KBN) Cakung. Jadi truk-truk yang datang dari industri seputar Cikarang, Cibitung, Karawang yang dokumennya belum clear bisa masuk lebih dulu ke Buffer area sembari nunggu dokumennya beres,” katanya panjang lebar.
Adil mengakui jika di terminal petikemas di Priok sudah menerapkan sistem TID (truck identity document), namun belum bisa single TID, artinya hanya bisa untuk satu terminal.
Ketika Ocean Week mengkonfirmasi soal ini ke Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan, dikatakan bahwa selama ini TID (truck identity document) sudah ada di Priok sejak diterapkan auto gate sistem yang dibangun oleh JICT bekerjasama dengan Aptrindo 10 tahun lalu untuk mengatasi antrian truk di gate.
“Lalu, TID dibuat oleh masing-masing terminal sehingga truk memiliki TID lebih dari satu,” kata Tarigan, Kamis pagi.
Menurut dia, TID sangat penting karena proses menuju digital port. Sebab database tersebut merupakan salah satu langkah awal daripada otomatisasi sistem informasi terhadap pengaturan pergerakan truk secara efisien.
“Gagasan tentang Terminal booking and return cargo sistem (TBRCs) adalah merupakan salah satu lanjutan sistem yang dapat mengoperasikan alat bongkar-muat di pelabuhan secara efisien termasuk efisiensi truk ke dan dari pelabuhan selalu bermuatan, artinya menghilangkan pergerakan truk yang tidak bermuatan sekaligus mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan raya,” ujar Tarigan.
Tarigan menegaskan perlunya dibuat menjadi singgle TID yang dapat dibaca oleh semua terminal. “Bahkan kami mendorong agar semua terminal dibawah Pelindo 2 single TID, sehingga truk dapat 1 kartu masuk kesemua pelabuhan,” ucapnya.
Untuk diketahui bahwa arus barang ekspor impor lebih kurang 70% keluar masuk pelabuhan Priok. “Oleh karena itu jika buffer area hanya di sisi barat pelabuhan, barang dari arah timur menuju buffer area di barat tetap memicu kemacetan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Adil.
Adil menyatakan, kebijakan terminal booking itu, dituangkan dalam perjanjian Service Level Agreement (SLA) dan Service Level Guarantee (SLG) dilengkapi ketentuan penalti bagi stakeholder termasuk terminal operator yang melanggar. “Sehingga kita tak lagi lihat truk ngantre di pinggir tol menunggu dokumen selesai untuk masuk ke terminal, kita tak lagi lihat antrean truk di dalam pelabuhan,” tegas Adil.
Guna Mulyana, GM Pelindo Tanjung Priok pernah menyatakan kalau pihaknya sedang menyiapkan menyeragamkan dokumen tunggal truk atau Truck Identity Document (TID) yang berkegiatan di kawasan pelabuhan Tanjung Priok.
TID merupakan sistem berbasis elektronik yang terkoneksi dengan sistem IT manajemen pelabuhan yang berisi data nomor polisi kendaraan/truk serta pemilik/perusahaan angkutannya.
“Kita sedang persiapkan teknis untuk mengupgrade sistem TID tersebut,” katanya.
Pastinya dengan single TID, kemungkinan truk-truk yang beraktivitas di Priok menjadi tertib, dan akhirnya lalu lintas barang di pelabuhan pun menjadi lancar.
Pada tahun 2019 lalu, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) pernah merekomendasikan tujuh hal kepada Menhub Budi Karya Sumadi untuk mengatasi kemacetan di pelabuhan Priok, yakni, 1. pemanfaatan buffer area, 2. otomatimalisasi gate, 3. optimalisasi depo peti kemas kontainer empty, 4. penerapan terminal booking and tracking truck system, 5. batas akhir waktu pengapalan atau clossing time, 6. manajemen rekayasa lalu lintas, dan, 7. skema antrian dalam area terminal peti kemas.
Pertanyaannya apakah ketujuh usulan itu sudah benar-benar dilaksanakan apa kemudian hanya menjadi sebuah usulan yang terkubur dalam-dalam. Kita tunggu aksi Kepala OP Priok untuk mewujudkan Tanjung Priok sebagai world class port. (***)