Dirjen Perhubungan Laut A. Tonny Budiono menginstruksikan kepada seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk memerintahkan kepada seluruh Pemilik Perusahaan Pelayaran, Keagenan dan Nakhoda agar sebelum melakukan pelayaran harus melaksanakan kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam UU no. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Instruksi bernomor UM.008/I/II/DJPL-17 tanggal 3 Januari 2017 tentang Kewajiban Nakhoda dalam Penanganan Penumpang Selama Pelayaran.
Kata Dirjen Laut, hal itu merupakan upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan keselamatan pelayaran serta memperkuat aturan-aturan keselamatan khususnya yang mengatur tugas dan tanggungjawab serta kewajiban nakhoda yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.
Instruksi ini bertujuan untuk menegaskan kembali aturan-aturan tentang keselamatan pelayaran yang sudah ada dan untuk mengingatkan UPT Ditjen Hubla agar melaksanakan pengawasan terhadap implementasi dari aturan-aturan tersebut.
Instruksi juga untuk mengingatkan kembali kepada para operator dan pengguna jasa agar mentaati dan mengimplementasikan aturan-aturan tentang keselamatan pelayaran.
Dalam instruksi juga menyebutkan Nakhoda agar melakukan beberapa hal berikut sebelum kapal berlayar, antara lain :
- Kesesuaian antara jumlah penumpang dalammanifest dengan jumlah penumpang yang ada di atas kapal yang memiliki tiket,
- Awak kapal harus melakukan pengenalan penggunaan baju pelampung
- Awak kapal menunjukkan jalur keluar darurat(emergency escape) dan tempat berkumpul(muster station) serta perintah penyelamatan diri kepada penumpang kapal,
- Awak kapal menunjukkan tempat-tempat penyimpanan alat keselamatan kapal dan pengoperasiaanya,
- Keberangkatan kapal tradisional yang memuat penumpang wajib memakai jaket penolong (life jacket) khusus kapal penumpang yang melayani Kepulauan Seribu, Danau Toba, Lombok, Padang Bai, Tarakan, Kepulauany Riau, Palembang, Ternate, Manado dan atau daerah yang menggunakan kapal penumpang tradisional.
Dirjen Tonny menyebutkan bahwa sebenarnya sudah sejak lama Ditjen Hubla telah memberlakukan penggunaan life jacket selama berlayar sesuai dengan telegram Dirjen Hubla Nomor 167/PHBL2011 tanggal 21 Oktober 2011 yang menyatakan bahwa untuk kapal penumpang tradisional, setiap pelayar (termasuk penumpang) wajib menggunakan baju penolong (life jacket) selama pelayaran.
Selama pelayaran Dirjen Hubla juga meminta kepada seluruh Nakhoda untuk menjalankan kewajibannya antara lain,
- Menginformasikan secara terus menerus tentang keadaan cuaca perairan sekitar selama pelayaran, perkiraan cuaca ketibaan dan perkiraan waktu tiba,
- Mengarahkan kapalnya untuk berlindung pada tempat perairan yang aman pada saat kondisi cuaca buruk;
- Memastikan awak kapal melaksanakan dinas jaga dengan baik terutama melihat kondisi penumpang dan kapalnya dalam keadaan aman selama dalam pelayarannya;
- Menggunakan dan mengaktifkan semua sarana navigasi, sarana radio komunikasi serta perangkat pemantau cuaca yang ada di atas kapal seoptimal mungkin dalam rangka keselamatan pelayaran;
- Berlayar menggunakan kecepatan aman.
“Sedangkan bila berada dalam keadaan darurat, kapal diwajibkan meminta pertolongan pada semua kapal yang ada di sekitarnya dan kapal yang berlayar di sekitar lokasi kecelakaan wajib memberikan pertolongan,” ujar Tonny.
Tonny menambahkan, dalam keadaan darurat kapal-kapal wajib menginformasikan kepada stasiun radio pantai untuk kemudian stasiun radio pantai berkewajiban menyiarkan berita marabahaya kepada seluruh stasiun peneriman. Lebih lanjut, kewajiban lainnya yang harus dilakukan oleh awak kapal adalah melaksanakan proses evakuasi seluruh penumpang jika terjadi keadaan darurat.
“Saya juga perintahkan kepada seluruh Kepala UPT di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk selalu mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayaran di wilayah kerjanya masing-masing agar pelayanan transportasi kepada masyarakat dapat berjalan dengan selamat, aman, lancar, dan nyaman,” tegas Tonny.
Sebagai regulator yang wajib menegakkan aturan keselamatan pelayaran tanpa adanya kompromi, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus berkomitmen untuk selalu menjaga konsistensi dan implementasi aturan di lapangan yang dilakukan oleh Nakhoda. Adapun pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Nakhoda khususnya dalam hal penegakkan keselamatan pelayaran diatur dalam Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008. (Humla/ow)