Adanya Tol laut yang diselenggarakan pemerintah adalah dalam rangka menjamin ketersediaan barang, sekaligus mengurangi disparitas harga bagi masyarakat untuk menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Tahun 2017 ini, diharapkan 13 lintasan tol laut sudah dapat dilaksanakan. Saat ini baru 7 trayek tol laut, Kemenhub akan menambah 6 lintasan lagi pada tahun ini. Itu kata Menhub Budi Karya Sumadi, baru-baru ini.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah menganggarkan dana sebesar Rp380 miliar untuk program tol laut pada tahun anggaran 2017. Dana tersebut diantaranya Rp220 miliar untuk membiayai enam trayek yang dioperasikan Pelni, sedangkan Rp160 miliar untuk membiayai lima trayek lainnya.
Sebenarnya, sebelum ada Tol Laut, kapal-kapal (pelayaran) anggota INSA sudah menjalani trayek-trayek reguler ke banyak pelabuhan yang sudah terbangun ekonominya.
“Sementara Tol Laut itu membuka trayek lain yang belum terbangun ekonominya. Jadi harus dibedakan antara jalur reguler dan jalur tol laut, karena tol laut adalah trayek ship promote the trade. Trayek untuk membangun ekonomi dengan subsidi,” kata Ketua Umum DPP INSA, Carmelita Hartoto, Selasa (1/8), menjawab pertanyaan Ocean Week, seputar rencana penambahan 6 lintasan tol laut oleh Kemenhub di tahun 2017 ini.

Pengamat Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Raja Oloan Saut Gurning menilai, pendanaan program tol laut tidak bisa terus menerus disubsidi. Dibutuhkan kemandirian agar program ini berjalan dengan baik ke depan. Caranya tinggal melihat ada tidak ketertarikan pelayaran swasta di sana ketika tidak disubsidi lagi.
“Selama ini, permasalahan mendasar yang mencuat adalah kapal mengangkut barang logistik dari barat ke timur belum seimbang. Kapal berangkat dari wilayah Barat penuh membawa barang, tapi angkut baliknya kosong, ini membuat pemilik kapal harus berpikir supaya kapal tidak dalam keadaan kosong,” kata Saud Gurning.
Makanya, ungkapnya, tidak mungkin disubsidi terus menerus. Minimal harus ada barang yang diangkut dari wilayah timur ke wilayah barat.
Saut Gurning juga mencatat permasalahan belum terpadunya integrasi angkutan. Artinya, ketika barang telah singgah di salah satu pelabuhan wilayah timur yang dituju biaya angkut ke tangan terakhir konsumen masih terbilang mahal.
Dia mencontohkan, ketika kapal sudah sandar di pelabuhan Papua. Untuk mengirim barangnya ke daerah tentu butuh transportasi lain. Apalagi kalau medannya sulit mau nggak mau harus menggunakan alat angkut lain. Makanya perlu ada integrasi.
Sementara itu Carmelita Hartoto menambahkan, keikutsertaan pelayaran anggota INSA pada rencana penambahan trayek tol laut di tahun 2017 ini adalah bentuk partisipasi aktif INSA pada program pemerintah tersebut.
“Kami mengapresiasi pemerintah akan rencana tambahan trayek ini di tahun 2017, menjadi 13 trayek, telah melibatkan INSA, sehingga trayek-trayek yang baru tidak bersinggungan dengan jalur reguler swasta yang sudah ada,” ucap Meme, panggilan familiarnya.
Ketua Kadin Indonesia bidang Perhubugan ini juga menyatakan, INSA mengapresiasi pemerintah dengan telah mengundang sektor swasta berpartisipasi dan membuka 6 trayek lagi dari keseluruhan 13 trayek untuk ditenderkan pada swasta.
“Namun sayang, karena ketatnya persyaratan tender bahwasanya anak perusahaan yang melakukan ship management dianggap pihak ketiga, kurangnya informasi serta singkatnya waktu, maka tender harus diulang untuk 4 trayek dengan persyaratan lebih ringan,” ungkapnya lagi.
Tetapi, karena waktu tersisa hanya setengah tahun, hal inilah yang menurut Meme, menyebabkan peminatnya kurang.
Diharapkan pada tahun 2018, katanya, persiapan tender dapat dilakukan lebih awal untuk mengundang lebih banyak pihak swasta berpartisipasi.
Seperti diketahui bahwa Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mendorong berjalannya konektivitas tol laut dalam rangka menciptakan disparitas harga yang terjadi antara wilayah Barat dan Timur Indonesia.
Menhub Budi Karya Sumadi menjelaskan, bahwa tol laut berintegrasi dengan program ‘Rumah Kita’ untuk mempermudah koordinasi dengan Pemda serta stakeholders terkait dengan kebutuhan barang dan pendistribusian barang di wilayah sekitar lokasi Rumah Kita yang terbagi menjadi 6 (enam) lokasi.
Dalam perjalanannya program tol laut yang dimulai sejak 2015 hingga tahun 2017 memiliki 13 rute. Rute-rute tersebut menyinggahi sebanyak 41 pelabuhan singgah di Indonesia. Diantaranya rute T1 Tanjung Perak – Wanci – Namlea – Wanci – Tanjung Perak. Rute T2 Tanjung Perak – Kalabahi – Moa – Saumlaki – Moa – Kalabahi – Tanjung Perak. Rute T3 Tanjung Perak – Calabai (Dompu)–Maumere- Larantuka-Lewoleba – Rote – Sabu – Waingapu – Sabu – Rote – Lewoleba – Larantuka – Maumere – Calabai (Dompu) – Tanjung Perak. Rute T4 Tanjung Perak – Bau Bau – Manokwari – Bau Bau – Tanjung Perak.
Sedangkan Rute T5 Makassar – Tahuna – Lirung – Tahuna – Makassar. Rute T6 Tanjung Priok – Natuna – Tanjung Priok. Rute T7 Tanjung Priok – Enggano – Mentawai – Enggano – Tanjung Priok. Rute T8 Tanjung Perak – Belang Belang – 207 – Sangatta – P Sebatik – Tanjung Perak
Rute T9 Tanjung Perak – Kisar (Wonreli) – Namrole – Kisar (Wonreli) – Tanjung Perak. Rute T10 Makassar – Tidore – Tobelo – Morotai – Maba – Pulau Gebe – Maba – Morotai – Tobelo – Tidore – Makassar. Rute T11 Tanjung Perak – Dobo – Merauke –Dobo – Tanjung Perak. Rute T12 Makassar – Wasior – Nabire – Serui – Biak – Serui – Nabire – Wasior – Makassar. Serta Rute T13 Tanjung Perak – Fakfak – Kaimana – Timika – Kaimana – Fakfak -Tanjung Perak. (***)