Kantor Kesyahbandaran Utama Pelabuhan Tanjung Priok dan Kantor Otoritas Pelabuhan Priok minta kepada INSA Jaya mensosialisasikan kepada pelayaran anggotanya mengenai keharusan pelaporan limbah B3 dan sampah kapalnya dalam inaportnet, termasuk berapa biaya penanganannya.
Sebab, pihak Syahbandar mulai memberlakukan kebijakan tersebut. Jika kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan Priok tak mentaati aturan tersebut, maka Syahbandar akan mengenakan sanksi keras tidak memberikan SPB, bahkan akan meng-hold ijasah Nakhoda.
Sanksi administratif akan diberikan setelah setidaknya 2x peringatan terhadap kesalahan penanganan limbah dengan bukti yang jelas.
“Harus ada bukti pelanggaran yang jelas, misalnya, hasil sounding tanki sludge minyak tidak sesuai yang dilaporkan, limbah diturunkan tanpa persetujuan dari Syahbandar dan OP, limbah kapal diterima oleh transporter limbah yang tidak ada ijin PMKU (pemberitahuan melakukan kegiatan usaha) dari OP. Kami sangat hati-hati dan tidak mengada ada. Diharapkan pelaku usaha terkait memahami,” kata Capt. Wisnu Handoko, Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Tanjung Priok, kepada Ocean Week, Kamis, di Jakarta.
“Harusnya mereka (INSA Jaya dan APLI) sosialisasi mengenai biaya penanganan limbah dan sampah kapal kepada pelayaran, sehingga para anggota pelayaran bisa mengerti,” kata Capt. Wisnu Handoko.
Jadi, ujarnya, jangan cuma syahbandar dan OP yang gencar mensosialisasikan soal penanganan limbah dan sampah ini. “Bukan setelah ada kesepakatan antara INSA Jaya dengan APLI mengenai biaya itu, mereka pikir cukup, dan selesai,” ungkap Wisnu.
Menurut Capt. Wisnu, bahwa pihak Syahbandar hampir setiap hari mendatangi perusahaan-perusahaan untuk menjelaskan manfaat dari program manajemen limbah. “Kami meyakinkan mereka,” ucapnya.
Kalau APLI dan INSA Jaya membuat biaya kesepakatan lalu sudah berhenti, kata Wisnu Handoko memperkirakan tak akan optimal.
Wisnu juga mengungkapkan, untuk biaya penanganan limbah ini tetap dengan mekanisme B to B. Karena bisa sangat relatif service nya. Dan tidak sama untuk semua jenis limbah. Bahkan masing-masing pelabuhan juga tidak sama.
Sementara itu, Kepala OP Tanjung Priok, Capt. Mugen Sartoto, menyatakan untuk biaya penanganan limbah memang kita sarankan untuk saling negosiasi, dibuat kesepakatan, lalu disampaikan ke OP untuk kemudian diberlakukan. “Istilahnya B to B dulu,” katanya.
Mugen mengaku kalau untuk besaran biaya, regulator (pemerintah) tidak ada intervensi.
Seperti diketahui bahwa kebijakan untuk pelaporan riil limbah dan sampah kapal dalam inaportnet sudah mulai diberlakukan, khususnya kepada 9 kapal dari tiga Pelayaran (Temas, Meratus, dan Pelni) yang sudah teken penanganan limbah terpadu di pelabuhan Priok pada November tahun lalu.
Pihak Syahbandar akan memberlakukan sanksi tegas terhadap kapal-kapal milik tiga pelayaran tersebut jika tak memberi pelaporan dengan benar.
Nanti, setelah ini berjalan bagus, baru akan diterapkan kepada seluruh kapal.
Soal limbah B3 dan sampah kapal di pelabuhan Tanjung Priok, banyak yang menanyakan, bahwa kapal-kapal yang masuk ke pelabuhan Priok dimana membuang limbahnya.
“Kita juga pingin tahu dimana kapal-kapal luar negeri yang masuk Priok membuang limbahnya,” ujar Munif, pengurus INSA Jaya, di kantornya. (**)