Pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung yang dilakukan oleh PT Pelindo I dan Port of Rotterdam dari Belanda akan mempercepat proses industrialisasi di Sumatra Utara. Pelabuhan tersebut akan mempermudah proses perpindahan barang dari kawasan industri sekitar.
Pelabuhan Kuala tanjung dibangun oleh joint venture antara Port of Rotterdam dan Pelindo I yang pembangunannya sudah dimulai sejak 2015. Pelindo menargetkan operasional tahap pertama dapat dimulai pada semester II tahun ini.
Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Imam Haryono mengatakan Pelabuhan Kuala Tanjung akan mempermudah alur distribusi dari sedikitnya dua industri yang sedang berkembang di Sumut, yaitu Inalum dan kawasan industri Sei Mangkei.
“Sudah ada dua anchor tenant di sana, Unilever di Sei Mangkei dan Inalum. Proses klasterisasi aluminium dan hilirisasi CPO akan terpacu. Kuala Tanjung akan mengintegrasikan pelabuhan dan kawasan industri,” kata Imam.
Pelindo I diharapkan dapat mengikuti kesuksesan Port of Rotterdam yang merupakan pelabuhan tersibuk Uni Eropa. Peran pelabuhan itu bagi produk domestik bruto (PDB) Negeri Kincir Angin tersebut mencapai 3,5% pada tahun lalu.
Proyek pelabuhan yang menelan dana investasi sebesar Rp34 triliun tersebut didesain untuk dapat menjadi hub internasional. Kawasan industri Sei Mangkei merupakan pusat hilirisasi minyak sawit mentah (CPO), komoditas unggulan mengingat Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar dunia.
Kawasan industri Inalum merupakan area baru yang didorong pengembangannya oleh Kemenperin sebagai pusat pengolahan aluminium. Dengan menjadi kawasan industri sendiri, operasional produksi di wilayah itu diharapkan lebih efisien.

Bitung
Sementara itu, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) memboyong konsultan pelaksana penyusunan Outline Business Case (OBC), yakni konsorsioum Mott Macdonald, Deloitte, dan HPRP Lawyers, datang langsung ke Proyek Pelabuhan Hub Internasional Bitung.
Tujuannya, untuk mencari data dan temuan terkait kesiapan infrastruktur, potensi pelabuhan penunjang, dan kondisi eksisting Pelabuhan Bitung yang akan dijadikan pelabuhan internasional.
Direktur Sektor Transportasi KPPIP Dwianto Eko mengatakan, semua temuan di lapangan berguna sebagai informasi awal tentang potensi koridor Sulut. Sesuai keinginan Pemerintah Pusat, kata Dwi, proyek pembangunan daerah sebaiknya dibuat dalam satu koridor dan tidak terpisah-pisah.
“Targetnya adalah kita mendapatkan program untuk mengembangkan infrastruktur hinterland-nya. Program ini harapannya dikembangkan oleh kementerian masing-masing sebagai roadmap,” katanya.
Menurut Dwi, informasi awal yang didapat tim konsultan OBC dari kunjungan ini akan dibawa ke Belt and Road Forum (BRF) di Beijing, China. Seperti diketahui bahwa Sulawesi Utara bersama Sumatera Utara dan Kalimantan Utara diketahui menjadi tiga provinsi yang diminati investor China.
“Peran kita (KPPIP) untuk proses ke Belt Road Forum terkait Outline Business Case. Seperti yang kita lakukan di PHI Kuala Tanjung, yakni untuk mempersiapkan proyek,” kata dia.
Pelabuhan Bitung dipilih sebagai Pelabuhan Hub Internasional di Kawasan Timur Indonesia dengan berbagai pertimbangan. Seperti pertumbuhan di wilayah timur Indonesia memiliki potensi lebih tinggi dibanding wilayah barat Indonesia. Selain itu, dinamika logistik di wilayah timur Indonesia diharapkan bertumbuh secara eksponensial.
Di samping itu, keberadaan Pelabuhan Hub Internasional Bitung juga akan mendukung kegiatan industri kawasan timur Indonesia meliputi Ambon dan Ternate (pertanian, industri dan pertambangan) serta Samarinda, Balikpapan, Tarakan dan Nunukan (batubara, minyak bumi dan kayu lapis). (***)