Baru beberapa hari pemberlakuan kewajiban menghidupkan dan memasang alat Automatic Identification System (AIS) pada semua kapal domestik maupun asing yang berlayar di perairan Indonesia, sudah makan korban.
Adalah kapal Pesut, Chef-nya terpaksa dibawa kapal patroli KPLP karena kapal Pesut tak memasang AIS. Padahal, kata Banu Amza, owner kapal tersebut, pihaknya sudah membeli alat AIS dan telah mentransfer ke penyedia AIS tanggal 15 Februari. “Kami juga sudah mengajukan MMSI tanggal 17 Februari, tapi sampai dengan sekarang belum ada. Itu info yang kami terima dari Chef yang ditangkap,” katanya kepada Ocean Week, Sabtu (22/2), di Jakarta.
Banu mempertanyakan, kalau masalahnya seperti itu, siapa yang mesti disalahkan. Sebab, sewaktu diamankan petugas, pihaknya juga sudah memberitahukan persoalannya.
Ketika kasus itu Ocean Week tanyakan kepada Ahmad, Direktur KPLP, diperoleh jawaban bahwa sejak dari perencanaan, persiapan dan penerapan aturan diawali dengan harmonisasi dan sosialisasi sampai kepada pembuatan SOP sebagai regulator telah mempertimbangkan supaya tidak memberatkan operator, bahkan telah dilakukan penundaan dengan memberikan kesempatan dan hingga pemberlakuannya. “Teman-teman di lapangan mempunyai motto bekerja dengan hati,” ungkapnya.
Menurut Ahmad, untuk pengawasan telah ada mekanisme dari pengawasan berjenjang, pengawasan oleh APIP (aparat pengawas internal pemerintah) dan media pengaduan melalui portal website kemenhub Simadu (sistem manajemen pengaduan). “Bahkan pengaduan langsung melalui 151 yang dapat kami terima secara cepat untuk tindak lanjut,” ujarnya lagi.
Namun saat ditanya mengenai kasus yang dialami kapal Pesut, apakah Nakhoda dikenai sanksi, karena alat sudah beli, tapi belum dikirim, Ahmad tak menjawabnya.

Sebelumnya, Ocean Week menulis bahwa sehari penerapan Automatic Identification System (AIS) mulai Kamis (20/2), belum ditemukan adanya kapal tanpa AIS khusus kelas B yang berlayar di perairan Indonesia.
“Hingga pagi ini (Jumat, 21/2) dari laporan UPT (unit pelaksana teknis) yang masuk ke kami (Direktorat KPLP) belum didapati adanya kapal tanpa AIS khususnya kelas B. Alhamdulillah hal ini menunjukkan bahwa semua pihak sangat kooperatif, dan tunduk pada aturan yang berlaku, serta menunjukkan kondisi di lapangan yang kondusif,” kata Ahmad, Direktur KPLP kepada Ocean Week, Jumat pagi (21/2).
Pada Kamis (20/2), Ocean Week yang mendatangi pelabuhan Marunda, juga tak ada laporan pelanggaran mengenai AIS. Bahkan Kepala KSOP Marunda Iwan Sumantri sempat menunjukkan kepada Ocean Week melalui telepon selulernya, melihat semua kapal yang ada di Marunda tak ada yang mematikan AIS. “Itu kita lhat, kalau tanda merah nyala, berarti AIS nyala, jadi bisa kita lihat dan kontrol dari sini (dilihat dari HP Android),” kata Iwan serius.
Hal yang sama juga di pelabuhan Priok. Semua kapal yang sandar maupun menunggu sandar terlihat dengan jelas dari alat komunikasi tersebut.
Ahmad menegaskan, sanksi administratif bagi kapal yang tidak menggunakan dan mengaktifkan Sistem Identifikasi Otomatis atau Automatic Identification System (AIS) Kelas B bakal dikenakan.
Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Laut telah melakukan persiapan dalam menegakan kewajiban penggunaan AIS Kelas B dan untuk penegakan hukum, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) menjadi perangkat hukum yang berwenang memastikan pelaksanaan kewajiban penggunaan dan pengaktifan AIS Kelas B dimaksud.
Adapun Sumber Daya Manusia (SDM) petugas KPLP yang bertugas melakukan penegakan hukum untuk memastikan pelaksanaan kewajiban memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B mulai hari Kamis ini (20/2) sudah memadai dan telah dibekali oleh Standard and Procedure (SoP) sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KP. 176/DJPL/2020 tentang Standar Operasional Prosedur Pengenaan Sanksi atas Pelanggaran Kewajiban Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Berbendera Indonesia.
Pemantauan kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS kelas B dimaksud dilakukan melalui 22 (dua puluh dua) Vessel Traffic Service (VTS) dan 150 Stasiun Radio Pantai (SROP) yang tersebar di seluruh penjuru wilayah Indonesia.
Direktur Kenavigasian Hengki Angkasawan menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia serta Peraturan Menteri No. PM 58 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal yang berlayar di Wilayah Perairan Indonesia , kewajiban pemasangan AIS memang harus diberlakukan.
“Selain untuk memudahkan pendeteksian kapal, pemasangan AIS juga dapat untuk lebih meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim,” ujar Hengki di Jakarta.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: KP.176/DJPL/2020 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) pengenaan sanksi atas pelanggaran kewajiban pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Hengki menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (3) dalam aturan tersebut disebutkan bahwa Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal (PPKK) dapat melakukan pemeriksaan terhadap nakhoda yang dengan sengaja tidak mengaktifkan AIS, atau kapal yang tidak memiliki AIS. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, PPKK akan melaporkan hasil temuan tersebut kepada Syahbandar.
Selanjutnya, Ia menyampaikan bahwa berdasarkan laporan hasil temuan PPKK terhadap pemeriksaan atas nakhoda yang dengan sengaja tidak mengaktifkan AIS, Syahbandar akan menyampaikan kepada Direktur Perkapalan dan Kepelautan mengenai rekomendasi pengenaan sanksi administratif untuk Nakhoda. Direktur Perkapalan dan Kepelautan dapat melakukan pencabutan sementara sertifikat pengukuhan Certificate of Endorsement (COE) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Dalam hal ini, keputusan pencabutan sementara sertifikat pengukuhan Certificate of Endorsement (COE) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi pengenaan sanksi administratif dari Syahbandar.
Sedangkan laporan hasil temuan PPKK terhadap pemeriksaan atas kapal yang tidak memiliki AIS, Hengki mengatakan bahwa nantinya Syahbandar dapat menunda keberangkatan kapal sampai terpasang dan aktifnya AIS di atas kapal.
Lebih lanjut, Hengki mengatakan bahwa sebelum dilakukan penindakan pihaknya akan memberikan peringatan pada kapal yang tidak mengaktifkan AIS di luar perairan pelabuhan. “Syahbandar akan berkoordinasi dengan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai untuk dapat mendekati kapal dan memberikan peringatan pada kapal yang tidak mengaktifkan AIS di luar perairan pelabuhan,” tuturnya.
Sebagai informasi, pengawasan penggunaan AIS dilakukan oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, PPKK dan pejabat pemeriksa kelaiklautan kapal asing. (***)