Dirjen Perhubungan Laut, A. Tonny Budiono menghimbau supaya Serikat Pekerja (SP) JICT mengurungkan niatnya untuk mogok kerja, karena ada pelayanan jasa kepelabuhanan yang akan terganggu dengan aksi tersebut.
“Pelayanan jasa kepelabuhanan akan terus berjalan. Kami hormati sikap SP JICT untuk mogok kerja, namun kami menghimbau sebaiknya penyaluran aspirasi tersebut dituangkan dalam bentuk lain yang tidak merugikan kepentingan nasional,” kata Tonny dalam siaran persnya yang diterima Ocean Week, Selasa (1/8) pagi.
Dirjen Tonny mengingatkan kepada seluruh jajarannya untuk mematuhi SUrat Edaran tentang Peningkatan Pengawasan dan Penjagaan Dalam rangka Pengamanan Objek Vital Nasional di lingkungan direktorat jenderal perhubungan laut.
Surat Edaran bernomor UM.003/38/19/DJPL-17 tanggal 15 Mei 2017 dimaksud ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Otoritas Pelabuhan (OP), Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan dan Kepala Kantor Pelabuhan Batam, agar meningkatkan koordinasi dengan seluruh instansi terkait pengamanan, khususnya Polri dan TNI guna merumuskan langkah antisipatif, pencegahan dan penanggulangan kegiatan demonstrasi di pelabuhan.
“Saya yakin permasalahan yang dihadapi oleh direksi JICT dan SP JICT akan terselesaikan dengan baik sehingga tidak terjadi aksi mogok kerja oleh SP,” ungkapnya.
Tonny menyatakan, Kemenhub sangat berkepentingan dengan aspek kelancaran pelayanan kapal di pelabuhan karena sangat berpengaruh terhadap distribusi logistic. Untuk itu, Kemenhub telah menyiapkan langkah antisipasi terhadap kelancaran operasional palayanan dan arus barang di pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan aspek hubungan industrial sebagaimana yang dituntut pekerja JICT, kata Tonny, menjadi domain kementerian BUMN dan kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pada tanggal 31 Juli 2017, ungkap Tonny, untuk tetap menjaga kelancaran kapal dan barang (petikemas), telah dilakukan serah terima operasional peralatan JICT ke TPK Koja, yang akan menjadi operator pengganti sementara apabila terjadi mogok kerja.
“Untuk antisipasi jadwal kapal, sudah dilakukan pengalihan ke terminal 3 pelabuhan Priok, NPCT1, MAL, dan TPK Koja,” ucapnya.
Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan pengamanan, Kemenhub telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan TNI dalam rangka menjaga agar pelaksanaan pengoperasian pelabuhan tidak mengalami gangguan karena alasan apapun.
“Kalau yang terkait dengan penyelesaian hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan, kami telah berkoordinasi dengan Pelindo II dan meminta agar permasalahannya diselesaikan secara korporasi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memastikan tidak adanya gangguan dalam pelayanan jasa kepelabuhanan,” tegas Tonny.
Diharapkan dengan langkah-langkah antisipasi itu, pelayanan jasa kepelabuhanan di Priok tetap berjalan, da nada solusi terbaik bagi semua pihak.
Sudah Koordinasi
Sebelumnya, Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) Tanjung Priok I Nyoman Gede Saputera, begitu mendapat perintah dari Menhub Budi Karya Sumadi untuk tetap menjaga kelancaran arus barang dan kapal, langsung melakukan koordinasi dengan pihak terkait di pelabuhan (Pelindo II, para operator terminal di Priok, Bea Cukai, Kepolisian, maupun istitusi yang lain).

“Kami (OP-red) sudah rapat koordinasi dengan Pak Prasetyadi (direktur operasi Pelindo II-red), semua operator terminal di Priok, Bea Cukai, Kapolres KPPP, dan instansi terkait lainnya,” ujar Nyoman, kepada Ocean Week di Kantornya.
Kata Nyoman, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, AKBP Roberthus Yohanes De Deo, juga menyatakan siap mendukung penuh dan siap mengamankan kegiatan operasional kapal dan barang di pelabuhan Priok, pada saat terjadi mogok kerja SP JICT tersebut.
“Pak Robert (panggilan AKBP Roberthus Yohanes De Dep-red) siap mengawal kelancaran, keamanan operasional, agar situasinya tertib dan terkendali,” ucap Nyoman.
Terkait dengan dokumen kepabeanan, Kepala OP Nyoman juga sudah minta kepada pihak JICT segera berkoordinasi dengan para operator kapal dan Bea Cukai terkait dengan dokumen kepabeanan, termasuk TPS-nya.
Seperti diketahui bahwa Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) no. 63 tahun 2004 tentang pengamanan objek vital nasional. Keppres tersebut dikeluarkan menimbang objek vital memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara, baik ditinjau dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
Keppres tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya keputusan Menhub no. KM 72 tahun 2004 tentang objek vital transportasi, pos & telekomunikasi. Dalam keputusan Menhub itu, menetapkan pelabuhan laut nasional dan internasional sebagai objek vital.
Kemudian keluar Surat Edaran no. UM.003/38/19/DJPL-17 tertanggal 15 Mei 2017 tentang Peningkatan Pengawasan dan Penjagaan Dalam Rangka Pengamanan Objek Vital Nasional di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Dengan keluarnya edaran ini, semakin mempertegas bahwa Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan akan menindak tegas berbagai upaya yang dapat menganggu kegiatan ekonomi di obyek-obyek vital seperti pelabuhan.
Sebab, Pelabuhan merupakan salah satu objek vital nasional yang harus steril oleh kegiatan yang berpotensi mengganggu keamanan seperti demonstrasi/unjuk rasa, pawai, rapat umum dan mimbar bebas sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional. (***)