Direktur Operasi PT Pelindo III Putut Sri Muljanto membenarkan bahwa penerapan mandatori single submission (SSm) dan joint inspection (JI) di dua pelabuhan yakni Tanjung Perak dan Tanjung Emas dapat menurunkan biaya logistik serta menekan waktu dwelling time.
“SSm dan joint inspection sudah diterapkan di Tanjung Emas dan menyusul Tanjung Perak. Hasilnya bagus, mampu menurunkan dwelling time dan menekan cost logistik,” kata Putut kepada Ocean Week, Selasa (20/10), di Tanjung Priok, usai diskusi mengenai Eco Port.
Menurut Putut, penerapan SSm dan JI tersebut pertama di Tanjung Emas, kemudian menyusul Tanjung Perak pada Oktober tahun ini. “Sangat positif, lebih efisien, dari sisi biaya juga lebih murah. Model ini bisa diterpakan di terminal petikemas internasional dimana saja,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Tanjung Perak Surabaya sudah menerapkan penuh (mandatory) Single Submission (SSm) dan Joint Inspection Bea dan Cukai dan Karantina, sejak Senin (12/10) lalu.
Menurut Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, program ini merupakan amanat dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik nasional (NLE).
SSm dan Joint Inspection dilakukan oleh Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian bersama dengan Balai Besar Karantina Ikan serta Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Program ini juga menjadi bentuk insentif pemerintah dalam bentuk non-fiskal sebagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Menanggapi penerapan kebijakan ini di pelabuhan Perak, Meidi, dari GINSI Jawa Timur menyatakan jika pihaknya sangat mengapresiasinya.
“Bahwa SSm dan Joint Inspection untuk efisiensi waktu dan percepatan proses di pelabuhan itu betul. Namun untuk biaya/cost logistik, apakah ada penurunan, perlu kita kawal bersama agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan dalam kebijakan tersebut, apalagi ini kan sistem baru,” ujarnya.
Meidi juga mengungkapkan bahwa yang dia dengar penerapan kebijakan ini di Tanjung Emas dari GINSI Jateng, pada awal-awal pemberlakuannya perlu penyesuaian dan juga ada kendala.
“Tapi, apabila niat suci ini dijalankan dengan murni maka kita yakin juga akan ada penurunan biaya. Namun karena import di Jatim yang 78% adalah bahan baku artinya karakternya akan berbeda dengan di Semarang yang hanya 12% saja importasi bahan baku nya,” jelas Meidi.
Dia berharap kebijakan ini kedepan akan positif dan menjadi sebuah solusi, asalkan tak ada pihak yang memanfaatkan untuk kepentingan komersial golongan tertentu.
Sementara itu, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyatakan SSm dan Joint Inspection merupakan milestone penting dari program penataan NLE untuk mengurangi biaya logistik dari 23,5% menjadi 17%.
Penerapan secara penuh kerja sama Bea Cukai dan Karantina dilakukan secara bertahap di beberapa pelabuhan utama. “Implementasi pertama dilakukan di Pelabuhan Belawan pada 21 September 2020, dilanjutkan di Pelabuhan Tanjung Emas pada 28 September. Terakhir, pelaksanaan akan dilaksanakan di Pelabuhan Tanjung Priok mulai 9 November 2020,” katanya.
Heru mengatakan, SSm dan Joint Inspection Bea Cukai dan Karantina merupakan program inisiatif untuk memperbaiki proses bisnis. Khususnya dengan mengurangi kegiatan yang repetisi dan duplikasi yang selama ini masih terjadi.
Sebelum diimplementasikan SSm dan joint inspection, barang impor yang memiliki karakteristik tertentu diperiksa oleh karantina terlebih dahulu. Misalnya, tumbuhan, hewan, dan ikan. Setelahnya, barang impor ini juga berpotensi untuk diperiksa Bea Cukai.
Tapi, melalui penerapan NLE, pemilik kargo hanya perlu melakukan satu kali submit data terkait pemeriksaan barang melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW). Selanjutnya, petugas Bea Cukai dan Karantina akan melakukan pemeriksaan barang secara bersama-sama.
Dwelling Time Turun
Sejak mandatory Single Submission (SSm) dan Joint Inspection Pabean-Karantina diterapkan di pelabuhan Tanjung Emas Semarang, masa penimbunan peti kemas atau dwelling time di Pelabuhan ini sudah mencapai 2,88 hari.

“Sejak Januari 2019 yang tercatat 6,14 hari, dwelling time terus mengalami penurunan, dan per September 2020 sudah mencapai 2,88 hari,” kata Kepala Bea Cukai Tanjung Emas Semarang Anton Martin.
Anton menyatakan bahwa Pelabuhan Tanjung Emas telah menjalankan Mandatory Single Submission (SSm) dan Joint Inspection Pabean-Karantina mulai 28 September 2020.
Sistem tersebut, sudah diikuti oleh 56 importir dan 34 Perusahaan Pengurus Jasa Kepabeaan.
Selain pemangkasan dwelling time, katanya, efisien juga diperoleh dari sisi pengurusan quarantine dan customs clearance, dari 3 hari dan 23 jam menjadi 1 hari dan 23 jam.
Dengan kebijakan single submission dan joint inspection pabean-karantina juga telah mampu menurunkan biaya logistik dari Rp3 juta per kontainer menjadi Rp634 ribu.
Implementasi penataan sistem ekosistem logistik nasional itu sendiri secara bertahap diterapkan di tiga pelabuhan besar di Indonesia.
Ketua GINSI Jawa Tengah Budiatmoko membenarkan jika dengan penerapan kebijakan tersebut mampu memangkas waktu dan biaya.
“Sejak diterapkan single submission dan joint inspection disini (Tanjung Emas) bisa menghemat waktu dan biaya. Tadinya pemeriksaan petikemas antara petugas bea cukai dan karantina berbeda waktu, namun sekarang mereka memeriksa dalam waktu bersamaan,” ungkapnya.

Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jateng Ariwibowo juga membenarkan kalau peraturan tersebut mampu memangkas dwelling time di Tanjung Emas.
“Kami sangat mendukung pelaksanaan single submission dan joint inspection karena bukan hanya menurunkan cost logistik, tapi juga memangkas waktu,” kata Ari. (***)