Pemerintah telah benar-benar siap melaksanakan SOLAS VGM (Verified Gross Mass of Container) yang mulai diberlakukan per 1 Juli 2016 di semua pelabuhan di Indonesia yang berkegiatan ekspor impor.
Kesiapan pemerintah tersebut diwujudkan antara lain dengan membentuk tim pemeriksa dalam rangka pelaksanaan SOLAS VGM. “Kami telah membentuk Marine Inspectore yang bertugas menerbitkan sertivikat keselamatan pelayaran sesuai Undang-undang,” kata Kepala Kesyahbandaran Pelabuhan Tanjung Priok, Sahattua P Simatupang kepada Ocean Week, usai acara buka puasa bersama PPOP Tanjung Priok, Jumat (24/6) di Jakarta Utara.
Seluruh Marine Inspectore tadi telah pula mendapat training dan masing-masing personil sudah memperoleh sertifikat untuk itu.
Pemberlakuan kewajiban Verified Gross Mass (VGM) di pelabuhan Indonesia sangat penting karena hal itu menyangkut keselamatan barang, orang, dan kapal sendiri.
Mayoritas pelabuhan di Indonesia yang berkegiatan ekspor impor dipastikan memberlakukan ketentuan International Maritime Organization (IMO) yang telah mengamandemen Safety of Life at Sea (SOLAS) Convention (Chapter VI, part A, regulation 2) tentang Verified Gross Mass (VGM).
Khusus di Tanjung Priok, menurut sahattua, lima terminal (TPK Koja, JICT, MAL, PTP) sudah mengajukan permohonan untuk penanganan timbangan VGM, dan telah pula direspon pemerintah.
Sebagaimana diketahui bahwa per 1 Juli 2016, semua terminal petikemas di pelabuhan Tanjung Priok sudah memberlakukan kebijakan Peraturan Dirjen Laut nomor HK.103/2/4/DJPL-16 tentang Berat Kotor Petikemas Terverifikasi yang Diangkut di Kapal untuk barang ekspor.
Kebijakan tersebut adalah hasil ratifikasi SOLAS Verified Gross Mass Of Container (VGM).
Konkritnya, Sahattua menjelaskan, bahwa barang dalam container ekspor sebelum pengapalan wajib di VGM, sebab tanpa proses ini container tidak dapat diangkut (dikapalkan). “Nantinya hasil verifikasi berat barang setelah proses timbang akan dideklair oleh shipper. Misalnya ekspor Jeruk 10 ton, ditambah berat container 2 ton. Hasil timbangan itu akan dideklair oleh shipper, dan hasilnya kemudian untuk dimasukkan dalam stowage plan (rencana pengaturan muatan),” ujar Sahattua.
Semua itu sudah dilakukan persiapannya oleh terminal di pelabuhan Tanjung Priok.
Dengan terbitnya edaran soal VGM SOLAS 74, para pemilik barang yang memalsukan berat kontainer atau tidak akurasinya berat barang, pemilik barang akan dikenakan denda.
Ketentuan tentang VGM tersebut lahir dari berbagai insiden menyangkut kapal, muatannya, kru kapal serta pekerja di pelabuhan. Banyak kasus kontainer jatuh ke laut, kontainer berantakan di dalam kapal, bahkan kapal terbalik. Peristiwa tersebut muncul akibat tidak akuratnya berat kotor kontainer sehingga penempatannya (stowage plan) di kapal menjadi tidak tepat dan kapal tidak stabil. Pelabuhan di seluruh dunia juga memberlakukan ketentuan ini.
Sudah Sosialisasi
Menurut Capt. Suwardi dan Sunarno fungsionaris INSA Jakarta, kebijakan ini sudah disosialisasikan oleh TPK Koja maupun JICT. “OP juga sudah mensosialisasikan hal ini, dan untuk sementara baru barang ekspor,” kata dia.
Di Koja, peraturan-peraturan Solas VGM itu, dimaksudkan agar semua petikemas ekspor wajib ditimbang di Joint In Gate dan Truck kosong ditimbang di Gate Out Koja.
Kata Capt. Suwardi, Koja hanya melayani penimbangan satu petikemas yang dimuat dalam satu rangkaian trailer. “Bilamana ditemukan perbedaan data VGM antara dokumen shipper dan terminal, Koja akan menggunakan VGM terminal (hasil timbang Koja) setelah mendapatkan persetujuan dari shipping line.
Sedangkan biaya yang timbul dari penimbangan ini akan menjadi kewajiban shipper (non transshipment). Sementara biaya yang timbul atas petikemas transshipment akan menjadi kewajiban shipping line (feeder operator). (rs/ow)