Presiden Jokowi kembali meradang soal dwelling time. Bahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah diperintah untuk mengungkap siapa-siapa saja oknum yang berani bermain-main di dwelling time ini.
Pelabuhan Tanjung Perak, Makassar dan Belawan menjadi target yang akan disidik. Karena tanjung Priok tak termasuk sorotan, mengingat di pelabuhan ini dwelling time telah 3,2 hari.
Sementara di Tanjung Perak rata-rata dwelling time sekitar 5,4 hari. Sedangkan di Belawan mencapai 7-8 hari, dan di Makassar sekitar 6 hari. Makanya di tiga peelabuhan ini belum sesuai harapan presiden.
Jadi siapa para pejabat dan pelaku di tiga pelabuhan tadi bakal kejeblos menyusul sejumlah oknum pejabat yang dulu tertangkap karena tersandung masalah ini di Tanjung Priok.
Sebab, Kapolri sudah membentuk tim satuan tugas untuk mengorek-ngorek problem dwelling time di ketiga pelabuhan utama tersebut.
Tim akan menyelidiki tiga tahap bongkar muat barang di tiga pelabuhan itu. Tahap pertama pre clearance. Tahap kedua custom clearance dan tahap ketiga yakni post clearance.
Ketua Umum DPP ALFI (asosiasi logistic dan forwarder Indonesia) Yukki Nugrahawan Hanafi menilai wajar kalau Presiden Jokowi kecewa. “Mungkin bliau (Jokowi-red) juga melihat dari logistic performance index yang dikeluarkan world bank, Indnesia mengalami penurunan dari urutan 53 menjadi 63,” ujarnya.
“Kita positif saja melihat perintah presiden kepada Kapolri dalam hal ini, apakah ada oknum yang bermain atau tidak. Saya melihat Kapolri dalam hal ini sangat memahami proses diatas, dan saya yakin tidak akan menimbulkan keresahan bilamana semua sudah menjalankan sesuai fungsi yang ada. Disampaikan saja secara terbuka bilamana informasi tersebut tidak benar,” tambahnya.
Yukki menyatakan, dari satu tahun lalu persisnya di bulan Juni 2015, DPP ALFI konsisten dan mencoba untuk objektif melihat permasalahan ini. Apa sebenarnya dwelling time. Menurut World Bank, dwelling time is the measure of the time elapsed from the time the cargo arrives in the port to the time the goods leave the port premises after all permits and clearances have been obtained (dwelling time adalah lamanya waktu tunggu dari saat kargo tiba di pelabuhan hingga barang meninggalkan pelabuhan setelah semua izin dan izin telah diperoleh).
“Persepsi dwelling time berdasarkan kesepakatan yang dipergunakan di dunia internasional ada seperti itu. Saya melihat masih ada perbedaan persepsi di kita, makanya harus disamakan terlebih dulu,”ujar Yukki.
Ketua Umum ALFI mengakui, Proses pre clearance memang masih banyak yang harus diperbaiki. Apalagi masih ada kementerian dan lembaga yang belum masuk di dalam system National Single Window (NSW). “Jadi masukan saya kita harus objektif dititik mana kelemahan atau masih ada oknum yang bermain,” ungkapnya.
Tiga Tahap
Edi Priyanto, Humas PT Pelindo 3 mengemukakan proses dwelling time memiliki 3 tahapan, yaitu pre custom clearance, custom clearance dan post custom clearance.
Dari 3 tahapan tersebut, dibandingkan kegiatan eksport, pada proses import barang yang masih terhitung lama dwelling timenya. Pada proses pre custom clearance yaitu salah satu kasus ketika barang/petikemas tiba di pelabuhan, kebanyakan para importer/forwader baru mulai mengurus perijinan kepada penerbit izin eksport/import pada kementerian/lembaga terkait.
Selanjutnya proses custom clearance biasanya dilakukan pemeriksaan fisik barang/petikemas oleh pihak custom/bea cukai dan biasanya dilakukan kurang dari sehari. Kendala yang dihadapi biasanya masalah lamanya waktu penyerahan hardcopy dokumen jalur kuning dan jalur merah, masih lamanya penarikan kontainer untuk diperiksa fisik, demikian juga lamanya pengurus barang dalam pendampingan periksa fisik serta kesiapan penerbitan DO dari Pelayaran dan Perbankan pada hari-hari libur.
Pada tahapan Post Custom clearance, yaitu ketika barang/petikemas selesai diperiksa maka tinggal proses pengeluaran barang, kendala yang dihadapi diantaranya masih adanya tempat penimbunan sementara, shipping line, trucking dan depo kontainer yang belum buka 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (24/7). Di Priok pun sampai sekarang belum beroperasi 24/7.
Kendala yang dihadapi diantaranya adalah kesadaran importer/forwarder untuk mempercepat pengurusan import barang sangat minim. Kurang koordinasi antar instansi terkait perijinan Lartas (Barang larangan dan/atau pembatasan) serta seringnya terjadi gangguan INSW. Pada proses awal inilah yang bisa memberikan kontribusi penyebab lamanya dwelling time.
“Pelabuhan Tanjung Perak memiliki kekhususan bahwa bukan sekedar hanya pelabuhan tujuan / destination/origin untuk barang import, namun juga transhipment/dibawa menuju Kawasan Timur Indonesia, sehingga tentunya kondisi ini berbeda dengan Tanjung Priok yang mayoritas barang diperlukan di area industri / manufactur,” ujarnya.
Terkait dengan dwelling time, permasalahannya sangat komplek, tidak bisa dibebankan kepada operator terminal saja, Pelindo III hanya sebagai salah satu Terminal Operator dimana perannya hanya sebagai fasilitator terminal, sedangkan perijinan merupakan domain pemerintah/regulator lembaga/kementrian terkait, namun demikian Pelindo III yang selama ini telah bekerja 24 jam dan 7 hari seminggu dengan sistem shift dapat diikuti oleh semua stakeholder baik pihak regulator maupun para importer, forwarder, pelayaran termasuk perbankan.
Partisipasi aktif dari para pelaku usaha: importir, eksportir, PPJK, shipping agent, dan forwarder, juga pelaku usaha pelabuhan sangat diharapkan untuk mengatasi masalah Dwelling Time. Tidak ada gunanya pemerintah berupaya keras menurunkan Dwelling Time kalau di sisi lain pengusaha menganggap bahwa waktu yang masih cukup panjang tersebut masih bisa ditolerir dari perspektif bisnis mereka, sehingga mereka merasa tidak perlu bergegas mengeluarkan barangnya dari kawasan pelabuhan.
Kata Edi, permasalahan dwelling time tidak ada pengaruhnya terhadap masalah peralatan, karena saat ini fasilitas dan peralatan untuk kegiatan lift on dan lift off petikemas dilapangan penumpukan di Tanjung Perak masih sangat memadai.
Yukki juga menambahkan bahwa kita juga belum beroperasi 24/7. “Memperbaiki logistic dan mata rantai pasok harus by design tidak bisa sebagian-sebagian, itu harapan saya. Kita juga harus perhatikan ekspor yang mendatangkan devisa untuk Negara,” ungkapnya. (ow)