Sertifikasi kompetensi terhadap sumber daya manusia Perusahaan Bongkar Muat (PBM) maupun Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia (TKBM) pelabuhan sangatlah penting di era globalisasi ini.
Apalagi sertifikasi profesi ini juga menjadi keharusan bagi SDM PBM maupun TKBM, sebagaimana disebutkan dalam PM 60 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal, yang ditegaskan kembali pada PM 152 tahun 2016.
Sayangnya, pada tataran implementasi, SDM PBM maupun TKBM pelabuhan masih sangat minim yang berniat mengikuti pendidikan untuk memperoleh sertifikat kompetensi yang disyahkan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) tersebut.
Sebagai misal, dari ribuan PBM di seluruh Indonesia yang mempekerjakan puluhan ribu orang, baru sekitar 350 orang yang sudah memperoleh sertifikat kompetensi di bidang bongkar muat dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Bongkar Muat Indonesia (BMI). Lalu sekitar 2000 TKBM di pelabuan Priok, baru 150 buruh yang sudah memiliki sertifikasi.
Mestinya, sesuai dengan kedua Peraturan Menhub no. 60/2014 dan PM 152/2016, setiap TKBM harus punya sertifikasi kompetensi. Sebab, dengan para TKBM maupun SDM PBM bersertifikasi, kinerjanya akan semakin bagus.
Dampaknya, produktivitas bongkar muat di pelabuhan pun dapat meningkat. Dengan begitu cost logistik juga bisa murah.
Mungkin untuk dapat mewujudkan kedua peraturan Menhub itu, Dirjen Perhubungan Laut perlu mendorong kepada jajarannya seperti Kepala Otoritas Pelabuhan (OP) maupun KSOP, mem-follow up mengenai peraturan Menhub tersebut.
Sekarang ini terkesan bahwa kedua PM itu tidak ditindak-lanjuti. Dirjen Laut seyogyanya bisa menindak-lanjutinya melalui instruksi, sehingga program sertifikasi dapat berjalan sesuai harapan.
Banyak yang bertanya, kenapa sertifikasi untuk PBM dan TKBM cukup sulit, padahal di ALFI berjalan bagus.
Diharapkan dengan banyak tenaga kerja yang mendapatkan sertifikasi kompetensi, kinerja di pelabuhan akan semakin produktif. (***)