Statement Menneg BUMN Rini Soemarno tentang BUMN yang mulai tahun depan tidak akan meminta suntikan modal atau penyertaan modal Negara (PMN) mendapat tanggapan beragam dari pelaku bisnis pelayaran maupun logistic.
Padahal seperti diketahui bahwa BUMN seperti PELNI selama ini mendapatkan suntikan dari APBN, lalu Djakarta Lloyd juga memperoleh anggaran dari PMN, termasuk ada sejumlah BUMN yang lain. Bagaimana jika mulai tahun depan tak lagi memperoleh suntikan dana tersebut.
Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto menyatakan, bahwa Pelni tetap dapat hidup sebagai company yang sehat secara finansial jika tidak diberi tugas oleh pemerintah untuk menjalankan misi pemerintah melayani public yang sifatnya non profit.
“Kalau Pelni harus menjalankan misi pemerintah, sebaiknya tetap diberikan subsidi, sedangkan Djakarta Lloyd kalau memang tidak mampu menjadi BUMN yang mandiri di masa depan, sebaiknya ditutup saja,” katanya kepada Ocean Week, Senin (12/12) pagi ini.
Lain hal dengan Sekjen INSA Budhi Halim. Menurutnya, memang sudah seharusnya BUMN dapat mengahsilkan profit dan bahkan kontribusi keuntungan atau pendapatan buat Negara, bukan sebaliknya.
“Harusnya pendapatan utama Negara Indonesia mayoritas dari hasil BUMN dan bukan dari pajak. Bahkan seharusnya Negara memberi insentif keringanan pajak buat para pengusaha, terutama yang baru bertumbuh kembang sehingga pengusaha Indonesia bisa bersaing dengan Negara lain,” ungkap Budhi.
Bantuan pemerintah berupa PSO, ujar Sekjen INSA, hanya untuk sementara, terutama untuk membangun ekonomi masyarakat yang kurang mampu.
Sementara itu Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan hanafi menyatakan bahwa pemerintah selama ini selalu menyampaikan dalam dunia usaha harus ada persaingan, swasta nasional maupun BUMN harus diberikan kesempatan yang sama dan berkompetisi secara sehat, karena dengan demikian dapat menjadikan biaya logistic dan transportasi yang efisien dan efektif.
“Penyertaan modal Negara menurut saya tidak pas lagi, dan sudah saatnya BUMN juga membuktikan diri bahwa mereka dapat bersaing tanpa mendapatkan PMN lagi. Belum lagi di tahun ini ada yang mendapatkan PSO melalui penunjukan dalam menjalankan penugasannya di beberapa jalur yang sebetulnya sudah ada swasta nasional juga bermain disana yang melayani. Jadi buat apa, kecuali jalur perintis, kita tetap mendukung karena itu sudah menjadi kwajiban perusahaan Negara melayani masyarakatnya,” katanya panjang lebar, Senin (12/12).
Ketua baru AFFA ini juga mengatakan, BUMN lepas peroleh PMN bukan saja pada transportasi laut, namun juga untuk infrastruktur pelabuhan, sehingga investasi dapat swasta nasional maupun asing.
Menurut Yukki, DPP ALFI melihat adanya biaya yang sebetulnya masih bisa diefesienkan lagi sekaligus meningkatkan pelayan dengan menaikkan level of services. “Jadi kalaupun ada penugasan di jalur tertentu dibuka saja melalui tender terbuka, masukkan kami sudah saatnya Indonesia mempunyai kembali kapal-kapal besar yang dapat melayani jalur export dan import di tingkat regional di Shouth Asia maupun kepada jalur-jalur ke Eropa, USA, maupun tujuan Negara lainnya,” ucapnya.
Caranya, ujar Yukki, dapat bekjerjasama dengan pola kerja sama dan menempatkan penyertaan modal langsung di shipping international karena prinsip trade dimanapun adalah ship follow the trade. “Jangan hanya menjadi ‘jago kandang’ dengan mendapatkan fasilitas Negara. Terakhir ada baiknya perusahaan-perusahaan BUMN itu dapat focus yang bergerak di bidang logistic service providers agar mereka dapat mengembangkan usahanya sesuai keahliannya, sehingga keuangannya dapat dikembangkan di pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia maupun di Negara lain,” kata Yukki mengakhiri.
Tak Minta PMN
Seperti diketahui bahwa Menneg BUMN Rini Soemaro menyatakan, tahun depan BUMN tak akan meminta suntikan modal atau Penyertaan Modal Negara (PNM). “2017 kita tidak lagi meminta PNM, kita katakan, kita ingin memperkuat diri kita untuk bisa berkembang, bisa mencetak keuntungan tanpa meminta PNM kembali,” ujar Rini Soemarno.
Selama dua tahun terakhir BUMN menerima PNM sebesar Rp 40 triliun per tahunnya. Kendati demikian, ujar Rini, BUMN memperlihatkan kontribusi besar terhadap APBN. “Tapi kalau dilihat dua tahun kontribusi kepada APBN lebih dari Rp 200 triliun (per tahun), jadi kita hanya mengambil sebagian saja,” tuturnya.
Mantan Mentri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Gotong Royong ini pun yakin BUMN dapat tetap eksis dan menghasilkan keuntungan meski tanpa meminta suntikan modal. “Tapi satu yang saya harapkan, agar bisa membentuk holdingisasi per sektor, agar perusahaan-perusahaan yang membutuhkan modal itu bisa terbantu oleh perusahaan sejenis,” katanya. (***)