Untuk lebih mengefektifkan program pemerintah tentang tol laut, Kementerian Perhubungan telah sepakat bersama Kementerian BUMN membangun ‘Rumah Kita’. Rumah Kita adalah gerai yang menyediakan barang-barang produk BUMN untuk bisa didistribusikan ke jalur tol laut.
Rencananya, pembangunan ‘Rumah Kita’ atau lima pusat logistik di wilayah jalur tol laut tersebut dimulai tahun 2017 di wilayah Natuna, Tahuna, Manokwari, Larantuka dan Timika.
Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Bay M. Hasani, dengan adanya Rumah Kita, nantinya kapal yang akan kembali, volume angkutnya akan lebih maksimal.
“Pembangunan pusat logistik di 5 wilayah itu bertujuan untuk mengkonsolidasikan potensi muatan-muatan logistik yang terdapat pada suatu wilayah yang akan disalurkan ke daerah lain. Sehingga nantinya penurunan atau bongkar muat barang dari kapal tol laut menjadi lebih optimal. Sekarang kita baru menggandeng Kementerian Perdagangan, tapi ternyata belum optimal. Makanya Pak Menteri Perhubungan dengan Menteri BUMN bertemu untuk membentuk Rumah Kita (pusat logistik). Sehingga disitu mengidentifikasi kebutuhan barang di daerah tersebut apa, terus juga mengidentifikasi muatan baliknya nanti apa,” ujar Bay.
Pembangunan pusat logistik akan bekerja sama dengan perusahaan BUMN antara lain PT RNI (Persero), PT Perikanan Nusantara, PT Pelindo, PT Pelni, PT MTI dan PT PPI. “Jadi nanti tugas mereka mengidentifikasi barang apa yang dibutuhkan di lokasi itu, trus juga mengidentifikasi muatan baliknya juga. Jadi ini baru tahap awal ya,” tuturnya.
Namun apabila langkah tersebut masih juga gagal, pemerintah telah menyiapkan alternatif lainnya, yakni dengan melakukan penugasan kepada Perum Bulog untuk melakukan distribusi barang melalui tol laut.
Sementara itu dari evaluasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terdapat beberapa kendala dalam penyelenggaraan tol laut, terutama dalam infrastruktur pelabuhan di Indonesia Timur.
Hingga kini setidaknya enam trayek telah beroperasi melalui tol laut sepanjang 2016. Enam trayek tersebut terdiri dari lima trayek ke Indonesia Timur dan satu trayek ke Natuna.
Namun, kendala muncul, salah satunya pada rute Tanjung Perak-Merauke (PP). Evaluasi pada rute ini terkait keberadaan angkutan bongkar muat. Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Dobo dan Moa yang menjadi salah satu rute pelabuhan tol laut menjadi cukup lama.
“Tidak hanya itu, di pelabuhan-pelabuhan ini juga tidak ada lahan untuk penumpukan kontainer, belum nanti kendaraan angkutnya juga tidak bisa besar,” kata Bay.
Khusus Pelabuhan Moa, dermaganya tidak cukup kuat untuk menahan beban kapal lebih dari 3.000 DWT. “Di sini, kedalaman dermaga hanya cukup untuk draft di bawah 6 meter, jika surut kapal tidak bisa bersandar,” ucapnya.
Kendala lain untuk rute ini adalah masih belum maksimalnya muatan balik kapal yang bersangkutan. “Untuk itu kita perlu peran serta BUMD, Pemerintah Daerah, BUMN bidang logistik dan stakeholder lainnya,” ungkapnya.
Persoalan infrastruktur juga terjadi pada kapal tol laut dengan rute Pelabuhan Tanjung Perak-Timika (PP). Di pelabuhan Agats, dikatakan kapal tidak bisa menyinggahi pelabuhan karena kekuatan dermaga tidak cukup kuat untuk menahan beban kapal. (***)