Pemerintah mengkalaim bahwa tol laut sudah berhasil menekan cost logistik, dan sudah dapat menghilangkan disparitas harga barang. Namun, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2 Ekonomi) LIPI, Panky Tri Firmansyah menilai, saat ini program tol laut hanya bisa menekan harga barang logistik di daerah yang terjangkau pelabuhan saja. Tetapi, tidak untuk wilayah terpencil yang jauh dari pelabuhan.
Ungkapan serupa juga dilontarkan Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Manokwari Obed Manufandu, serta salah satu direktur PT Pelni Hary Budiarto.

Keduanya mengakui jika harga barang yang berdekatan dengan pelabuhan memang tak jauh beda dengan harga di pulau lain di Indonesia, namun untuk di daerah terpencil tetap saja mahal.
Meski, kata Hary, kapal tol laut Pelni juga sudah menjangkau ke Manokwari, meski baru dua minggu sekali. “Pelni sudah masuk ke Manokwari,” ujarnya kepada Ocean Week, di Jakarta baru-baru ini.
Tetapi kata Obed, di kabupaten Manokwari, Papua Barat, meski disitu berdiri pabrik semen Conch, namun belum memberi dampak signifikan terhadap harga semen di wilayah Papua.
“Apalah artinya ada pabrik, kalau harga semen tetap mahal di Tanah Papua. Harga BBM juga masih tetap tidak sama dengan dengan harga di Pulau Jawa. Bahkan harga sembako pun masih mahal. Kita boleh katakan program Tol Laut atau apapun namanya, namun sampai dengan hari ini harga barang masih tetap mahal. Apalagi dengan daerah-daerah yang jauh dari kota kabupaten, yang transportasinya menggunakan pesawat, sungguh memprihatinkan,” ungkapnya panjang lebar.

Karena itu, Hary menyatakan, salah satu solusi yang disampaikannya antara lain, bukan saja berfokus pada transportasi lautnya, tapi juga bagaimana pentingnya transportasi di darat pasca barang turun dari kapal untuk didistribusikan.
“Ini mesti ada sinergi antara tol laut, darat dan tol udara. Namun untuk merealisasikan konsep ini perlu dana yang sangat besar, apalagi kalau semuanya subsidi,” ujar Hary.
Memang banyak pelaku usaha yang mempertanyakan sampai sejauh mana dan seberapa lama pemerintah mampu mengucurkan subsidi untuk program tol laut ini.
Sementara itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan kajian tentang efektivitas program tol laut yang sudah berjalan sejak 2015. Menurut LIPI, hasilnya tol laut masih belum optimal menekan harga sejumlah barang logistik, terutama di daerah-daerah terpencil. Maka, program ini perlu lebih dioptimalkan agar manfaatnya bisa merata.
“Hanya beberapa daerah di bagian timur Indonesia saja yang harga bahan pangan bisa ditekan. Daerah lain masih belum efektif karena terganjal akses menuju pelabuhan yang kurang baik,” kata Panky Tri Firmansyah dalam diskusi membahas efektivitas tol laut di kantor pusat LIPI, akhir pekan lalu.
Menurut Panky, pemerintah bisa memprioritaskan penurunan disparitas harga pangan lebih dulu dibanding yang lain. Karena, untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas bermula dari pangan. “Kalau harga pangan tinggi, kemampuan daya beli mereka bagaimana?” ujarnya.
Kata dia, sejumlah rekomendasi LIPI telah disampaiakn untuk mengoptimalkan tol laut. Pertama, pemerintah perlu memperbaiki akses jalan antar desa di pulau utama yang terintegrasi dengan konsep tol laut.
Kedua, untuk menjangkau pulau-pulau kecil, pemerintah bisa memberdayakan pelayaran rakyat sebagai saluran arteri ke pulau-pulau kecil dan alternatif pelayaran perintis. “Pemerintah bisa mengoptimalkan subsidi asuransi kapal agar pemilik kapal mampu mengembangkan usahanya,” ungkap Panky.
Ketiga, pemerintah perlu merevitalisasi alat bongkar muat dan dermaga perintis. Sekaligus perluasan terminal dan integrasi tata kelola adiministratif.
Keempat, perlu ada pelatihan bagi para pekerja dan pelaku usaha industri logistik. Kurikulum soal logistik, bisa mulai dimasukkan dalam pendidikan vokasi atau pelatihan di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Terkait anggaran subsidi tol laut yang ditetapkan sebesar Rp 380 miliar pada tahun 2017 ini, menurut Panky, anggaran tersebut bisa dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur sekitar pelabuhan. Misalnya, perluasan pelabuhan, akses jalan ke pelabuhan, dan perawatan pelabuhan.
“Lawan alami dari pelabuhan itu adalah sedimentasi, karena tidak mungkin kita memblok sungai dan sebagainya. Untuk mengatasi sedimentasi juga butuh biaya dan itu jadi tanggungjawab pemerintah,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Pemerintah berencana menambah 20 kapal pada tahun 2018 untuk trayek tol laut. Direktur Lalu lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bay M Hasani mengatakan tambahan kapal tersebut ditujukan untuk menjangkau distribusi logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
“Sekitar 20 sampai 25 trayek akan kita buka di 2018. Penyediaan kapalnya, nanti kita bagi antara Pelni dan swasta, mungkin 15 dari swasta dan 5 dari Pelni,” ungkap Bay kepada wartawan di Jakarta.
Saat ini, sudah ada 13 trayek tol laut yang beroperasi dari Surabaya untuk menjangkau sebagian besar wilayah Timur Indonesia. Dan sebagian beroperasi dari Jakarta untuk menjangkau wilayah Barat Indonesia. (***)