Mulai Mei 2018 pemerintah mewajibkan eksportir dan importir untuk komoditi CPO, batubara dan beras menggunakan kapal nasional, dan asuransi nasional.Kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi 15.Oke mengungkapkan selama ini sekitar 95% perdagangan domestik sudah memanfaatkan pelayaran nasional untuk kegiatan dalam negeri. Namun, untuk internasional keberadaan kapal nasional justru belum dimaksimalkan.Sementara itu, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto, mengungkapkan regulasi ini (Permendag 82/2017) merupakan lompatan besar guna mendongkrak performa neraca jasa perdagangan Indonesia. “Selama ini, transportasi laut selalu menjadi sorotan karena kerap menjadi salah satu penyumbang terbesar defisit neraca jasa perdagangan Indonesia,” kata Carmelita kepada Ocean Week, di Jakarta.
Hal itu disebabkan, karena kegiatan angkutan ekspor impor masih didominasi kapal asing. Carmelita mencontohkan pada 2016, penggunaan kapal asing pada kegiatan angkutan ekspor impor mencapai 93,7 persen sedangkan penggunakan kapal berbendera merah putih hanya 6,4 persen.
Dia menyatakan, Permendag 82/2017 merupakan hasil kerja sama seluruh stakeholder baik dari pelayaran swasta nasional (INSA, BUMN, asosiasi terkait, dan kementerian terkait). “Aturan yang mewajibkan penggunaan kapal penguasaannya di bawah perusahaan pelayaran Indonesia telah melewati proses panjang,” ujarnya.
Meme (panggilannya) bercerita, pada 2012, INSA bersama BUMN dan kementerian terkait membentuk tim untuk merumuskan percepatan program beyond cabotage di Indonesia. Tim ini bekerja merumuskan percepatan pelaksanaan beyond cabotage di Indonesia.
“Pada Februari 2013, Kementerian Perdagangan bersama dunia usaha menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) untuk mengubah term of trade ekspor dari sistem FOB menjadi CIF,” ucapnya lagi.
Sejumlah pihak yang menandatangani MoU itu adalah Menteri Perdagangan, Kadin Indonesia, Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dan Indonesia Exim Bank.
Kemudian pada Juni 2017, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XV terkait Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional. Salah satu fokus kebijakan tersebut menyangkut pemberian kesempatan dan peningkatan peran dan skala usaha untuk angkutan dan asuransi nasional dalam mengangkut barang ekspor impor.
Lalu pada Oktober 2017, disahkanlah Permendag No. 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Barang tertentu yang dimaksud adalah Crude Palm Oil (CPO), Batu bara dan beras.
“Untuk itu, sebagai pelaku usaha yang dilibatkan dalam proses pembentukan aturan ini, kami tentunya mendukung aturan kebijakan tersebut,” tutur Carmelita.
Kebijakan ini diharapkan akan berjalan secara konsisten sehingga dampak positif pada perbaikan kinerja neraca jasa perdagangan Indonesia dan dampak positif pada sektor lainnya.
INSA akan mendorong para anggota untuk memberikan kontribusi maksimal kepada negara dengan meningkatkan pelayanan yang aman, efisien dan berdaya saing tinggi.
Sementara itu, Oke Nurwan mengaku bahwa implementasi Permendag 82/2017 itu masih menemui kendala. Karena masalah perbedaan aturan di setiap negara tujuan ekspor. Di Jepang misalnya, kapal yang masuk diwajibkan berusia muda. Sedangkan di Nigeria, tidak ada batasan kapal yang masuk.
“Selain itu, eksportir selama ini enggan menggunakan jasa pelayaran nasional karena birokrasi kapal asing lebih mudah. Dengan adanya Permendag tersebut, pemerintah akan menjadi penengah bagi pengusaha eksportir dan pengusaha kapal serta pihak asuransi,” ucapnya.
Oke berharap segera ada mekanisme yang jelas, sebab aturan tersebut akan resmi diterapkan pada 1 Mei mendatang. “Jika sudah jelas, perbankan pun tidak akan ragu untuk masuk dalam pembiayaan investasi pelayaran nasional,” kata Oke. (***)