Mulai 1 Desember 2019, Pemerintah cq. Ditjen Perhubungan Darat akan menaikkan tarif angkutan penyeberangan di 20 lintasan, sekitar 10-11 %. Namun, penyesuaian tarif tersebut tidak sesuai dengan usulan Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) sbesar 38 %.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan jika kebijakan tersebut (Peraturan Menhub) tinggal menunggu ditandatangani. “Kami punya waktu pekan ini ditandatangani Peraturan Menteri Perhubungan lalu setelahnya akan sosialisasi ke masyarakat,” kata Budi kepada pers usai rapat koordinasi persiapan angkutan natal 2019 dan tahun baru 2020 serta sosialisasi tarif angkutan penyeberangan antar provinsi, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (19/11) malam.
Budi menjelaskan, latar belakang kenaikan tarif angkutan penyeberangan dilakukan karena selama 16 tahun terakhir belum ada penyesuaian.
Budi juga menyatakan bahwa Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengusulkan kenaikan tarif sebesar 38 %. Namun, ungkapnya, persentase kenaikan yang diusulkan kepada Menteri Perhubungan tidak 38 persen karena harus memperhatikan kepentingan pihak lain. “Aspek ekonomi dan operasional disetujui menteri. Kenaikan sekitar 10 sampai 11 persen,” ujarnya.
Budi memastikan dengan adanya kenaikan tarif angkutan penyeberangan tidak akan mengganggu masa libur Natal dan Tahun Baru 2019/2020. Sebab, penyesuaian tarif angkutan penyeberangan sudah lama tidak dilakukan.
Sementara itu, Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo kepada Ocean Week, menyatakan kecewa atas keputusan pemerintah yang tidak menyetujui usulan organisasi ini.
“Kenaikan tarif belum sesuai dengan harapan pengusaha yang mengusulkan naik sebesar 38%. Sebab, dari perhitungan biaya pokok, untuk mencapai HPP 100% maka diperlukan kenaikan tarif sebesar 38% dan saat itu sudah disepakati. Kemudian mundur lagi rencana pemberlakuannya dan ditawar oleh pemerintah menjadi 28% yang akan diberlakukan dalam 3 tahap dengan kenaikan setiap tahun, kemudian ditawar kembali menjadi hanya sebesar 10%,” kata Khoiri prihatin.
Khoiri juga mengungkapkan, Gapasdap sangat keberatan dan minta agar kekurangan biaya pokok dapat
dikompensasi dengan subsidi, jika memang kenaikan tarif yang ditetapkan hanya 10%, demi menjamin standar pelayanan minimum sesuai dengan PM 62 Tahun 2019 dan terjaminnya keselamatan transportasi penyeberangan.
Menurut Khoiri, karena proses pengajuan tarif tahapannya cukup lama, maka Gapasdap minta agar kenaikan bertahap secara otomatis jika tarif yang berlaku belum memenuhi perhitungan HPP 100%, seperti tercantum dalam PM no 66 Tahun 2019, bisa diberlakukan. Bahkan Gapasdap berharap permasalahan pentaripan bisa dihitung seperti pada jalan TOL yang dapat mengalami penyesuaian tarif secara otomatis sebagai dampak kenaikan inflasi dan komponen biaya lainnya.
Seperti diketahui bahwa latar belakang dilakukannya kenaikan tarif ini karena adanya peningkatan inflasi selama 2 tahun yang rata-rata 6% per tahun. Lalu, karena adanya kenaikan kurs dolar sejak tahun 2017, juga kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) pada tahun 2018 dan 2019, sebesar rata-rata 8,5% per tahun.
“Selain itu karena adanya kenaikan terkait biaya biaya perawatan kapal yang muncul adanya peraturan
yang baru. Dan semakin kecilnya hari operasi kapal sebagai dampak dari banyaknya ijin operasi kapal yang dikeluarkan oleh pemerintah sejak tahun 2017. Saat ini besar rata-rata hari operasi disetiap pelabuhan penyeberangan hanya 40% per kapal,” ungkap Khoiri.
Sedangkan pada tahun 2017 Hari Operasi, ujarnya, kapal rata rata sebesar 60% – 70%. Disamping itu, juga karena adanya perubahan kebijakan bahwa ukuran kapal yang beroperasi di Merak – Bakauheni minimal 5000 GT, sehingga berdampak terhadap penambahan biaya perawatan dan kepelabuhanan, kemudian tingginya biaya investasi kapal dengan rata rata usia relatif baru.
Kenaikan itu juga disebabkan adanya pengembangan teknologi informasi guna meningkatkan system ticketing untuk sarana fasilitas pengguna jasa.
Atas hal-hal itulah, Gapasdap kemudian mengajukan usulan kenaikan tarif pada tanggal 25 September 2018 tentang pemohonan Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Antar Provinsi. Kemudian tanggal 24 April 2019 perihal Tindak lanjut surat sebelumnya, dengan besaran usulan kenaikan tarif sebesar 38%.
Tetapi, hingga saat ini berapa besaran kenaikan tarif belum ditetapkan. Khoiri menegaskan, kalau kenaikan tarif tidak segera ditetapkan, maka pengusaha angkutan penyeberangan bakal mengalami kesulitan untuk menutupi biaya operasional. Akibatnya, perusahaan penyeberangan akan mengurangi biaya kenyamanan dan jika tidak mampu maka dikhawatirkan akan mengurangi biaya keselamatan yang pada ahirnya mempengaruhi keselamatan pelayaran dan membahayakan keselamatan publik.
“Kalau melihat dari perkembangan kegiatan sosialisasi pada tanggal 19 November 2019, pemerintah kelihatannya menyetujui kenaikan sebesar 10,13% dan akan diberlakukan mulai 1 Desember 2019,” kata Khoiri. (***)