Penggunaan angkutan laut sekarang ini masih berkisar 10%, karena sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pesisir masih beranggapan laut sebagai halaman belakang sehingga potensinya belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Sementara, penggunaan angkutan darat masih menjadi pilihan, hingga persentasenya berada di atas 90 persen.
“Penggunaan angkutan darat masih tinggi sekitar 90%. Padahal laut itu anugerah Tuhan yang enggak perlu kita maintenance (pelihara), dan bisa menahan berat berapa pun. Sementara kalau jalan kan mesti di maintenance dan diatur berapa berat kendaraan yang boleh lewat,” kata Menhub Budi Karya Sumadi, dalam sebuah diskusi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (22/11).
Selain itu, Budi mengungkapkan bahwa penggunaan angkutan laut masih dipandang sebelah mata. “Upaya mengoptimalkan moda angkutan laut masih terkendala sejumlah hal. Salah satunya adalah masalah ego sektoral,” ujarnya.
Menurut Menhub, terdapat ego sektoral di berbagai provinsi dan badan usaha. “Di NTB dan NTT masing-masing kabupaten menginginkan daerahnya yang dilalui tol laut. Padahal kalau mau mencapai seluruh daerah di sana kan malah jadi tidak ekonomis,” ungkap Budi.
Menhub juga menceritakan bahwa berdasarkan pantuannya, moda angkutan darat memang masih amat diminati oleh mereka yang mengangkut logistik ke wilayah Indonesia timur. Hal inilah yang sebagian Pemda mengeluh, karena jalan di daerahnya menjadi rusak akibat truk-truk yang lewat.
Oleh sebab itu, pihaknya akan terus berupaya memperbaiki konsep tol laut, agar efisiensi tol laut bisa dicapai dan konektivitas antar daerah bisa terbangun dengan baik.
Bisa Hemat
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GMPT) Sudirman kepada Kantor Berita Antara menyatakan, transportasi dengan menggunakan tol laut diproyeksi bisa menghemat biaya distribusi lebih dari 50 persen, dengan catatan, jika infrastruktur sudah memadai.
“Mekanisme tol laut dengan memanfaatkan jalur balik dari kapal sudah dilakukan sejak zaman Sriwijaya, dan saya rasa masih efektif sampai sekarang untuk titip distribusi bahan pokok,” katanya.
Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir menyatakan, tol laut akan membantu kualitas distribusi pangan ke berbagai daerah. Namun, pengaruh biaya selisih dengan menggunakan transportasi lainnya belum diketahui detil.
Hal ini dikarenakan pemanfaatan arus balik kapal sebagai titipan distribusi belum lazim dilakukan antar daerah. “Percobaan yang dilakukan adalah dari wilayah Merauke, Papua menuju ke daerah Surabaya, Jawa Timur, dan hasilnya sangat efisien dalam tahap biaya, karena bisa dititipi barang komoditas lainnya yang dibutuhkan tiap daerah,” katanya.
Menurut Winarno, hal tersebut tidak bisa dilakukan secara serentak serta besar-besaran karena jumlah kapal di Indonesia yang kurang memadai. Kemudian, kualitas kapal belum bisa mencukupi kebutuhan jenis-jenis barang bahan pokok. Banyak kebocoran dalam kapal yang membuat kualitas bahan pokok menjadi basah dan kurang baik. (***)