Komisi V DPR RI minta agar pemerintah konsisten terhadap komitmen nasional mengenai hub pelabuhan nasional. Jika konsep dari Bappenas dan Sislognas masih menunjuk bahwa hub port Indonesia terdiri atas Kuala Tanjung di wilayah barat dan Bitung diwilayah Timur, jangan lagi Kemenhub tiba-tiba mengubah konsep itu dengan rancangan induk pelabuhan nasional (RIPN) yang menyatakan Tanjung Priok sebagai hub menggantikan Kuala Tanjung.
“Mestinya pemerintah (Kemenhub) tidak gegabah dengan perubahan itu, meski kemudian melakukan penjelasan kalau Tanjung Priok bersifat sementara sembari menunggu pembangunan pelabuhan Kuala Tanjung selesai, kan nggak bisa begitu. Ini menjadi membingungkan,” ungkap anggota Komisi V DPR RI Anton Sihombing dan Yoseph Umarhadi kepada Ocean Week, di Jakarta menanggapi adanya perubahan hub port nasional tersebut.
Keduanya mempertanyakan, sebenarnya arah pelabuhan Indonesia itu mau dibawa kemana oleh pemerintah. Artinya, apakah mengarah pada land lot port atau operating port, atau ada konsep yang lain. “Jadi mesti jelas, sebab negara lain sudah sangat maju tata kelola pelabuhannya, ini Indonesia masih berkutat pada itu-itu saja,” tegas keduanya.
Keduanya juga meminta supaya pemerintah konsisten terhadap apa yang sudah diputuskannya. “Jangan melihat sesuatunya berdasarkan kasus per kasus,” ucapnya.
Seperti diketahui, karena informasi yang simpang siur mengenai hub port Tanjung Priok menggantikan Kuala Tanjung, Kemenhub dalam siaran persnya yang diterima Ocean Week Jumat (27/1) siang menyebutkan, Kemenhub cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menegaskan tetap memproyeksikan pelabuhan Kuala Tanjung, Sumut akan tetap menjadi hub port. Namun, status itu baru dapat ditetapkans etelah pembangunan Kuala Tanjung selesai.
Dirjen Perhubungan Laut A. Tonny Budiono menyatakan, saat ini Kuala Tanjung masih dilakukan pembangunannya terutama untuk terminal petikemas. “Kalau sudah selesai nanti, Kuala Tanjung bisa jadi hub internasional,” katanya dalam siaran persnya.
Saat ini, sebagaimana tertuang dalam keputusan Menhub no. KP 901/2016 tentang RIPN menyebutkan bahwa status pelabuhan hub internasional adalah Tanjung Priok bersama dengan Patimban secara komplementer. Penetapan Tanjung Priok sebagai hub itu merupakan solusi jangka pendek dan mengacu pada sejumlah aspek yang salah satunya adalah kesiapan kargo.
“Mayoritas kargo ekspor impor Indonesia saat ini ada di pelabuhan Priok. Dari 6 juta TEUs kargo yang ada, sekitar 3 juta TEUs ekspor impor,” kata Tonny.
Sementara, ungkap Tonny, Kuala Tanjung belum siap karena masih dibangun, sehingga belum ada kegiatan. “Kuala Tanjung masih memerlukan untuk penyelesaiannya,” ujarnya.
Menurut Tonny, pelabuhan dapat ditetapkan sebagai hub internasional harus dilihat dari berbagai sisi. Dari sisi pelayaran global, juga dari sisi informasi dan teknologi. Pelabuhan Priok ditetapkan sebagai hub internasional jarena pelabuhan ini sudah dikenal di dunia internasional dan sudah terhubung dengan inaportnet, integrated billing sistem, INSW, dan layanan perbankan lainnya.
Selain itu, daerah industri di pulau Jawa juga sudah tersedia untuk mendukung Tanjung Priok menjadi hub internasional. Tetapi, para pengusaha di daerah Sumatera Utara dan sekitarnya tak perlu melakukan ekpor impor melalui Priok, melain bisa melalui Belawan. “Untuk Priok melayani ekspor impor barang di wilayah Selatan Sumatera,” ungkap Tonny.
Direktur Kepelabuhanan Mauritz Sibarani menyatakan, kementerian perhubungan tetap akan menyiapkan Kuala Tanjung sebagai hub port inetrnasional. “Dari sisi perencanaan, kita akan membuat Kuala Tanjung besar, tetapi bertahap,” ujarnya.
Maurutz menambahkan, pemerintah berkeinginan untuk melakukan konsolidasi logistik secepatnya dengan memanfaatkan pelabuhan existing yang sudah memiliki fasilitas memadai. Kemenhub juga akan menyusun regulasi untuk mengatur konsolidasi kargo tersebut, sehingga pemerintah akan mengarahkan BUMN bekerjasama dengan shipping line. dengan kebijakan konsolidasi itu, barang yang selama ini terkumpul di negara lain bisa berpindah ke lokasi pelabuhan pengumpul milik Indonesia.
Koordinator ALFI Se Sumatera Khairul Mahalli juga menilai kalau Kemenhub tidak konsisten untuk penentuan hub port. Apalagi, untuk hub port internasional, mestinya banyak melibatkan pelayaran internasional. (**)