Dalam perencanaan transportasi, pemilik barang, operator pelabuhan, dan juga pengguna jasa pelabuhan membutuhkan rujukan pemerintah khususnya terkait target fasilitas infrastruktur termasuk pelabuhan dan statusnya untuk berbagai rencana bisnis masa mendatang.
Ketidakpastian atau berubah-ubahnya kebijakan pemerintah terkait infrastruktur pelabuhan itu berpotensi memberikan efek ketidakpastian dunia usaha angkutan laut termasuk logistic maritime Indonesia.
Demikian pandangan pengamat kemaritiman nasional Saud Gurning melalui Whatshapp kepada Ocean Week, Senin (30/1) malam menanggapi regulasi Menhub Budi Karya Sumadi mengenai perubahan hub port Kuala Tanjung ke Tanjung Priok, meski itu bersifat sementara sembari menunggu selesainya pembangunan Kuala Tanjung.
“Walau sebenarnya penetapan lokasi pelabuhan dimana kapal bersandar atau tidak ditentukan berdasarkan permintaan pemilik barang (khususnya untuk komoditas curah kering) dan operator pelayaran (utamanya trafik container). Bahkan dalam banyak kasus empiric penetapan lokasi dan status pelabuhan realisasinya berbeda dengan pergerakan barang ke pelabuhan akibat preferensi pemilik kargo dan pelabuhan,” ungkapnya panjang lebar.
Pengamat kemaritiman dari ITS Surabaya ini juga menilai terkait pelabuhan transshipment Indonesia, pemerintah telah menetapkan sebelumnya bahwa pelabuhan Kuala Tanjung, Batam, Priok, Perak, Makassar dan Sorong/Bitung telah dinyatakan sebagai pelabuhan transshipment local Indonesia sesuai dengan kondep Tol Laut. “Artinya semua pelabuhan yang telah ditetapkan itu dapat berfungsi sebagai pelabuhan transshipment yang dapat menerima kapal-kapal feeder sekaligus kapal-kapal direct call menuju pasar internasional,” ujarnya.
Hal itu, kata Gurning, didasarkan pada orientasi pasar transshipment yang berbeda-beda. “Kuala Tanjung dan Batam berorientasi melayani kapal-kapal feeder dan direct call di wilayah Selat Malaka. Pelabuhan Tanjung Priok untuk wilayah Selat Sunda dan jalur internasional menuju Asia Timur lewat laut Natuna. Termasuk Tanjung Perak, Makassar dan Sorong/Bitung Manado yang dapat mengeksplorasi potensi kargo internasional dari kapal-kapal feeder dan direct call dari wilayah Australia, Selandia Baru dan ebrbagai Negara Asia Timur yang biasa dikenal dengan jalur internasional Utara-Selatan,” ucapnya tegas.
Jadi, saran Gurning, sebaiknya pemerintah perlu secara cermat dan konsisten dengan kebijakan yang diambilnya karena berdampak menjadi stimulasi potensi atau negative bisnis kepelabuhanan nasional. Sedangkan konsep pelabuhan transshipment ang telah ditetapkan diberbagai wilayah luar Indonesia perlu dipertahankan karena membuka potensi interaksi dengan berbagai opsi, sesuai dengan orientasi pasar kargo internasional yang ebrbeda dan menstimulasi distribusi dan konektivitas Indonesia Timur maupun Barat.
Akan Dilaporkan
Sementara itu, Koordinator Daerah Duta Jokowi Sumatera Utara akan melaporkan menhub Budi Karya Sumadi kepada Presiden Jokowi terkait alih status hub port Kuala Tanjung ke Tanjung Priok. “Kebijakan Menhub no 90/2016 tentang RIPN (Rencana Induk Pelabuhan Nasional) dengan memindahkan hub port Kuala Tanjung ke Tanjung Priok itu mengundang polemic. Permenhub 90/2016 itu bertolak belakang dengan Perpres no.26/2012 tentang sislognas,” kata Delhpius Ginting kepada pers, kemarin, di Medan. (**)