Sejumlah usaha kepelabuhanan saat ini sedang dipusingkan dengan regulasi pemerintah (Kemenhub) yang dinilai tidak menguntungkannya. Misalnya regulasi 152/2016 yang dinilai menguntungkan Pelindo dan dapat mematikan para PBM di seluruh Indonesia, belum lagi adanya PNBP 1% bagi pengawasan kegiatan bongkar muat yang harus dibebankan PBM.
Selain itu, usaha pelayaran yang juga direpotkan dengan rencana kenaikan tariff jasa kepelabuhanan yang diusulkan pelabuhan-pelabuhan di wilayah Pelindo II. Meski melalui INSA, usulan kenaikan tersebut belum diterimanya.
DPP APBMI sendiri sudah meminta Kemenhub untuk merevisi regulasi itu, lalu INSA juga sedang membahasnya dengan para anggota untuk rencana kenaikan jasa kepelabuhanan.
“Kami sudah sampaikan hal ini kepada Menko Perekonomian dan Kadin Indonesia saat audiensi dan rapat kordinasi dengan pengurus APBMI pekan lalu,” ujar HM Fuadi, Ketua Umum DPP APBMI.
Menurut Fuadi peraturan menteri (PM 152/2016) tersebut berpotensi membuat monopoli kegiatan bongkar muat oleh badan usaha pelabuhan (BUP) khususnya Pelindo 1-4 dan mengerdilkan peran perusahaan bongkar muat (PBM).
Selain itu, kata Fuadi, melalui rapat pleno yang diikuti pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) APBMI di seluruh Indonesia menyepakati bahwa APBMI menolak pengenaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bongkar muat sebesar 1 persen dari ongkos pelabuhan pemuatan/ongkos pelabuhan tujuan (OPP/OPT) yang tertuang dalam PM 152/2016 tersebut.
“Kita minta supaya PM 152/2016 di cabut atau direvisi. Jadi ada dua tuntutan kami ke Kemenhub yakni agar merevisi atau mencabut PM 152/2016 dan meninjau ulang pengenaan PNBP bongkar muat barang di pelabuhan,” ujar Fuadi.
Sementara itu, Ketua DPC INSA Jaya, Ketua DPC INSA Cirebon, Ketua DPC INSA Sunda Kelapa, dan pengurus INSA Pontianak, juga menyataka belum setujud engan usulan rencana kenaikan tariff jasa kepelabuhanan yang disampaikan para general manager di pelabuhan-pelabuhan itu.
“Kami masih bicarakan dulu dengan anggota, lagi pula mekanisme di INSA untuk persetujuan kenaikan tariff mesti atas persetujuan DPP INSA. Jadi masih panjang prosesnya,” ungkap mereka.
Anggota Komisi V DPR RI Anton Sihombing yang dimintai pendapatnya mengenai hal itu, menyatakan akan menyampaikanya kepada Menhub Budi Karya Sumadi. “Nanti akan saya sampaikan ke Menhub, kalau memang tidak menguntungkan para PBM dan pelayaran, ya sebaiknya dipertimbangkan. Menhub mesti mendengar aspirasi usaha swasta ayng menyerap ratusan ribu karayawan itu. Begitu pula dengan Pelindo, harus pula mempertimbangkannya juga,” kata Anton. (***)