Pelayaran mempertanyakan kebijakan pemerintah mengenai kewajiban kapal menggunakan BBM solar dicampur biodiesel.
Jika Pelayaran di challange untuk menghemat 20% dari total penggunaan BBM selama ini, itu bukan sulit. Namun, sebelum merubah komposisi BBM, ada baiknya menemukan lebih dahulu cara penghematan pemakaian.
“Burning less is better than keep on burning the same quantity even with different content. Isunya kan hemat APBN lewat BBM, ya harusnya hemat yang dibakar, bukan ganti komposisinya,” kata Capt. Zaenal Abidin Hasibuan, praktisi pelayaran nasional, kepada Ocean Week, menanggapi peraturan penggunaan BBM solar campur biodiesel tersebut, Senin siang.
Zaenal menyatakan, lewat Pantura saja, Negara dengan mudah bisa menghemat rp 25-30 triliun setahun , dengan hitungan. Jarak dari Jakarta-Surabaya yang 750 km/405 mil, Pemakaian BBM truk 1 lt : 2 km, BBM Jakarta – Surabaya : 325 lt /truk.
Menggunakan kapal bisa membawa 250 truk, Mesin kapal 6000-8000 HP, Speed 15 kts (27,7 km/jam). Pemakaian BBM kapal perjam 700 lt. Dengan waktu Jakarta – surabaya = 27 jam. BBM yang digunakan kapal = 18.900.
“Jika 1 truk menggunakan BBM 325 lt, maka 250 truk menggunakan BBM sebanyak 81.250 liter. Beda 81.250 ltr – BBM yang dihabiskan kapal rata-rata 62.350 liter per 250 truk atau per trip kapal,” ujar Zaenal.
Menurut Zaenal, kalau sehari ada 12.000 truk di pantura yang berjalan dari DKI Jakarta menuju Surabaya, maka kita bisa hitung sebagai berikut; 12,000 truk, 250 truk (per kapal)= 48 kapal yang dibutuhkan untuk memindahkan seluruh truk long distance tersebut. 48 kapal menghabiskan BBM sebanyak 48 x 18.900 lt = 907.200 liter untuk menempuh Jarak dari Jakarta ke Surabaya.
Sementara pemakian BBM untuk 12.000 truk; 12.000 x 325 lt = 3,900.000 liter.
Untuk Perjalanan Jakarta – Surabaya dalam sekali jalan maka terjadi penghematan sebanyak 2.992.800 liter.
“Apabila dalam perjalanan pulang bisa melakukan hal yang sama berarti ada 2.992.800 liter lagi yang bisa di hemat,” katanya.
Jadi, ungkap Zaenal, Negara bisa menghemat dalam sehari sebanyak 5.985.600 liter, yang jika dikalikan 365 hari akan mengumpulkan angka sebanyak 2.184.744.000 liter atau setara dengan harga Rp.19,6 Triliun selama setahun ( harga SOLAR Rp.9000 ).
“Penghematan akan lebih besar lagi jika biaya perawatan jalan bisa dikurangi secara signifikan, disamping bertambahnya kecepatan kendaraan yang melintas di jalur tersebut yang berimbas kepada semakin hemat bahan bakar serta waktu tempuh lebih singkat,” tambahnya.
Zaenal menegaskan, kapalnya tidak perlu dibelikan, karena kapal akan muncul sendiri. Yang penting, Regulasi yang dibuat untuk memihak kepada penghematan APBN secara nasional.
Sementara itu, Capt. Supriyanto, dari Samudera Indonesia, setuju dengan pikiran Capt. Zaenal. “Command the vessel with most effectiv and efficien, tetapi tetap safe sampai tujuan,” katanya.
Walaupun jalan dan BBM tidak disubsidi, tetapi kenapa tidak jalan. Mungkin ada anggapan antara lain, Truck itu dari door to door, sementara kapal port to port.
“Di portnya, tarif pelabuhan belum kompetitive. Dari sisi tenaga kerja kalau kapal dengan 21 crews, kalau truck sesuai jumlah unit = sopirnya bahkan ada yang pakai kenek, dan sebagainya. Belum regulasi terkait dengan kapalnya,” ucapnya.
Sedangkan Sunarto, praktisi pelayaran, mengungkapkan paling gampang pemerintah perintah ke Pelindo agar tidak perlu naik tarif cargodoring ke truk bayar saja biaya toll/parkir karena Pelindo tidak mengerjakan apa-apa cuma lahan untuk lewat atau parkir. “Tolong jangan nutupi karena kapal batubara tidak ada subsidi,” katanya. (***)