Permenhub 152 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan pengusahaan bongkar muat barang dari dan ke kapal, didiskusikan antara Pemerintah (Ditjen Hubla), dengan APBMI (Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia), PPBMI (Perkumpulan Pengusaha Bongkar Muat Indonesia), Pelindo, dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), bertempat di Hotel Morrissey, Jakarta Pusat, Rabu (19/9).
Acara tersebut resmi dibuka oleh Capt. Wisnu Handoko (Plt. Direktur Lala Hubla Kemenhub). Menurut Wisnu, fokus diskusi ini dimaksudkan untuk mendengarkan aspirasi dan masukan dari para pihak terkait yang hadir. “Sesuai dengan tema FGD yakni Penyempurnaan PM 152/2016, kami ingin memperoleh masukan dari para pelakunya,” ujar Capt. Wisnu.
Diharapakn pelaksana kegiatan bongkar muat di pelabuhan baik Badan Usaha Pelabuhan maupun Perusahaan Bongkar Muat dapat bersinergi untuk menciptakan pelayanan bongkar muat barang yang lebih efektif dan efisien untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan.
“Diharapkan semua pihak dapat melaksanakan kegiatan usahanya dengan prinsip kesetaraan dan keadilan, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,” kata Capt. Wisnu
Menurut dia, FGD ini merupakan langkah konkrit pemerintah untuk untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di pelabuhan untuk meningkatkan pelayanan dan kinerja pelabuhan.
Kegiatan ini menghadirkan juga nara sumber independen yaitu Saut Gurning, pakar maritim dari ITS Surabaya. “Masalah stevedoring ini juga pernah diributkan dan diperdebatkan di Amerika Serikat pada 20 tahun lalu. Malaysia 5 tahun lalu dan sudah selesai, sekarang ini Jepang, Hongkong, dan Taiwan sedang juga diributkan,” ungkapnya.
Saut Gurning juga menyatakan, bahwa bisnis pelabuhan itu, dagingnya ada di stevedoring. “Pendapatan Pelindo 1 s/d 4, stevedoring memberi kontribusi pendapatan terbesar, namun 5 tahun kedepan saya percaya akan bergeser,” kata Saut.
Saut juga menyarankan perlunya penyempurnaan PM 152/2016 tersebut, karena itu juga diinginkan oleh para pelaku PBM.
Sementara itu, Sekjen APBMI Sahat S, menyatakan bahwa PM 152/2016 harus dibatalkan, karena tidak sesuai dengan amanah UU 17/2008 tentang pelayaran. “Mestinya ada aturan lanjutan dibuat dulu, baru Permenhub itu diberlakukan operasionalnya oleh BUP,” katanya.
Kalau seperti saat ini, ujar Sahat, PBM banyak yang ‘mati’. Karena BUP Pelindo juga bisa melakukan kerja bongkar muat. “Kita minta Permenhub 152 itu dibatalkan,” kata Sahat.
Sedangkan Epyardi Asda, Ketua Umum PPBMI juga mengungkapkan bahwa saat ini PM 152/2016 sudah boleh direvisi karena bertentangan dengan UU Pelayaran. “Karena PM-nya (PM 152/2016) bertentangan, harus direvisi. Mestinya pemerintah melindungi, mengayomi stevedoring, bukan malah terindikasi mematikan. Kalau diluar negeri, stevedoring besar-besar, dan gagah-gagah, tapi disini semakin kerdil,” kata Epyardi yang juga anggota komisi V DPR RI, kepada Ocean Week.
Pastinya, semua pihak (APBMI, PPBMI) minta supaya pemerintah (Kemenhub) memperhatikan keberadaan PBM, karena jangan sampai PBM keluar dari pelabuhan. Mereka berharap agar pemerintah memberi kesempatan PBM untuk tetap hidup. (***)